Polemik Wakil Menteri
Masalah tak cukup di nama-nama menteri saja, kritik terkait pengangkatan 12 nama-nama wakil menteri-pun santer dilontarkan tokoh dan publik. Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsuddin Harris, menyimpulkan bahwa diangkatnya 12 menteri oleh Presiden Joko Widodo ini kontraproduktif dengan gagasan Presiden Joko Widodo sendiri terkait pemangkasan eselon di birokrasi, maka terlihat sekali ada inkonsistensi di tubuh eksekutif. Sudah jelas dengan diangkatnya 12 wakil menteri belum tentu akan bersinergi dengan menteri terkait, contohnya Prabowo Subianto yang kurang senang wakil menterinya di kementerian pertahanan bukan dari kalangan militer melainkan dari kalangan politikus plus pengusaha yaitu Wahyu Sakti Trenggono. Ditambah, hal tersebut akan memperumit koordinasi di kementerian dan akan sulit pula terciptanya efisiensi anggaran di kementerian karena akan menambah pejabat yang harus digaji negara.
Diangkatnya Budi Arie Setiadi sebagai wakil menteri desa dan PDT, juga tak lebih hanya sebagai “Politik balas budi” Presiden Joko Widodo kepada mantan ketua relawan Pro-Jokowi (Projo) tersebut, karena Projo merupakan salah satu basis relawan terbesar yang dimiliki Presiden Joko Widodo di Pilpres 2014 dan 2019.
Kesimpulannya yaitu, problematika seperti ini sebenarnya bisa di hindari jika pemerintah lebih akomodatif terhadap aspirasi-aspirasi rakyat. Presiden berasal dari rakyat, harusnya tahu apa yang dibutuhkan rakyat saat ini. Selanjutnya yaitu Presiden dipilih oleh rakyat, sebelum terpilih terlihat sangat giat meminta-minta suara rakyat berupa voting di Tempat Pemungutan Suara (TPS), harusnya ketika terpilihpun harus tetap meminta-minta suara rakyat bedanya kali ini berupa kritik dan saran, jangan sampai berniat membuat Undang-Undang yang membatasi rakyat dalam mengkritik. Yang terakhir Presiden harus bekerja untuk rakyat, bukan untuk diri sendiri ataupun golongan tertentu, artinya prioritas seorang presiden adalah membuat rakyatnya sejahtera dan makmur bukan untuk memperkaya diri sendiri ataupun orang dalam lingkarannya. Presiden harus berani mengambil langkah reshuffle dini, jika ada menteri atau wakil menteri tidak bekerja secara maksimal, jangan karena tersandera kepentingan politik langkah strategis seperti itu tidak diambil.
Baca Juga:Menggagas E-Perangkat Pembelajaran untuk GuruMANAGEMEN SAMPAH BELAJAR DARI DESA KESONGO, JAWA TENGAH
Kita sebagai rakyat juga tidak boleh lagi terlalu mengandalkan oposisi saat ini, jadikanlah diri kita masing-masing sebagai oposisi bagi pemerintah, tapi tetap kita harus mengkritik secara objektif jangan subjektif. Kritik-kritik yang kita bangun harus berdasarkan argumen bukan sentimen. Kita sadar bersama bahwa kepentingan partai politik dan oligarki adakalanya berbeda dengan kepentingan kita bersama, untuk itu kita harus senantiasa menyalakan alarm demokrasi jikalau pemerintah sudah abai dengan kepentingan kita semua.