Dari sini tampak bahwa para ahli fikih berbeda pendapat tentang hukum bercadar. Dan yang perlu dicatat bahwa tak ada satu pun ahli fikih yang secara tegas mewajibkan untuk bercadar, ada yang setengah mewajibkan (mewajibkan dalam kondisi tertentu) dan ada pula yang sebatas menyarankan.
Mayoritas pendapat ahli fikih tentang bercadar tampaknya lebih mengedepankan kondisi dan situasi dalam menetapkan hukumnya bagi muslimah. Kalau kondisinya cenderung akan menimbulkan fitnah dan membuat mata lelaki jelalatan memandang wajahnya, disarankan untuk memakai cadar. Kalau berada dalam lingkungan yang “aman”, tentu memakai cadar tidak lagi dibutuhkan.
Nampaknya beberapa mahasiswi yang bercadar di Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta yang berhasil saya wawancarai, mereka punya prinsip yang kuat dan keluarga serta lingkungan kampus cukup mendukung sehingga mereka merasa nyaman, meskipun melalui proses yang cukup panjang untuk memutuskannya. Mereka cukup cerdas dan elegant serta religius dan ada lagi yang punya alasan untuk menangkal pandangan yang membenci atau mengagumi kepada wanita shg bisa dimanfaatkan syetan untuk mencelakakan manusia. Ada juga yang mengatakan, penggunaan cadar agar tidak digoda oleh laki laki . Wanita yang memakai cadar di kampus jumlahnya bisa dihitung dengan jari, tetapi mereka memiliki akhlak yang bagus dan menjalankan perintah agama dengan konsekwen serta memiliki kecerdasan intelektual yang lebih.
Baca Juga:UBP Karawang Targetkan Jadi Perguruan Tinggi Berwawasan InternasionalTujuh Perusahaan Tolak Eksekusi Lahan untuk Mega Proyek Pembangunan Kereta Cepat
Oleh karena itu, kembali kepada pertanyaan di awal, apa yang Anda pikirkan ketika melihat seorang muslimah bercadar? Kagum dan simpati atau curiga dan siniskah Anda? Tentu jawabannya bisa berbeda-beda, seperti para ahli fikih yang juga bersilang pendapat tentang hukum bercadar ini. Maka untuk menempatkan pandangan yang pas terhadap muslimah bercadar ini, yang diperlukan adalah kearifan Anda dalam melihat perbedaan pandangan tentang cadar. Agar kita dapat bersikap arif bijaksana, mari membiasakan diri untuk mempelajari dan merenungi terlebih dahulu sebelum mengambil sikap. (*)