“Ingat, sekurus-kurusnya ikan, pasti ada dagingnya. Sejelek apa pun Desa Pasirjaya, pasti ada sisi baiknya, jangan pandang sebelah mata, dengan hanya melihat buruknya saja,” katanya.
Pengurus Majelis Sobiqul Khoerot itu mengungkapkan, kekesalannya memuncak. Saat ia hendak membeli peci baru di salah satu toko pakaian muslim di luar desa.
Ismail yang mengaku sebagai santri dari Desa Pasirjaya, justru mendapat justifikasi yang tak mengenakan dari pemilik toko tersebut.
Baca Juga:Buku KIR diganti Smart CardRehab Kantor KPU Tertunda, Akibat Gagal Lelang
“Beli peci buat apa pak? Emang ada orang baik yang di desa itu (Pasirjaya,red) ?,” kata Ismail, menirukan ucapan penjual peci.
Ia menambahkan, ia bersama pemuka agama di Dusun Ceah, sudah lima tahun belakangan. Menggelar pengajian rutin. Dengan tujuan mengenbalikan marwah dan nama baik Desa Pasirjaya.
“Ada pro kontra itu wajar, yang penting semangat kesatuan dan persatuan, harus kita junjung tinggi. Untuk nama baik Desa Pasirjaya,” tegasnya.
Sementara, tokoh masyarakat Dusun Ceah, Marno Sumarno mengaku, gebrakan demi gebrakan yang terus digalakan oleh para ulama desa, terutama di Dusun Ceah, mulai terasa hasilnya.
Masjid-masjid yang mulanya sepi, kini sudah padat jama’ah salat wajibnya. Anak-anak remaja yang kerap berkeliaran di waktu malam, kini sudah disibukan dengan kegiatan pengajian di majelis-majelis yang ada di Dusun Ceah.
“Harapan kami, warga Desa Pasirjaya terus semangat, untuk mengembalikan citra baik desa kita,” ujarnya.
Mudah-mudahan, lanjutnya, dengan kekuatan persatuan dan kesatuan, para mubaligh, para dai, dan tokoh masyarakat. “Nama baik Desa Pasirjaya kembali seperti sedia kala,” pungkasnya. (use/ded)