Apalagi ketika akhirnya bisa salat. Dan bisa memotong kuku kakinya. Bukan main termotivasinya.
Kini Maulina sudah berkibar. Sudah merasa sangat langsing. Sudah berani memejeng-mejengkan badannya: nih sudah langsing.
Dan itu masih 92 kg.
Sudah turun sebanyak 63 kg dari puncaknya.
Olahraga itu bukan hanya membuat berat badannyi susut. Ototnya pun terbentuk. Memang Maulina masih gemuk –untuk ukuran orang langsing– tapi gemuknya saat ini gemuk berisi. Dan lincah.
Baca Juga:Ruwatan Bumi di Dusun Neglasari, Syukuran dan Hormati Jasa PetaniIni Komentar Camat Jalancagak soal Bau Kotoran Sapi
Maulina sekarang sudah bisa push-up. Bisa burpee. Juga sudah bisa loncat katak –dari duduk langsung loncat.
Ketika sudah sampai tahap loncat, awalnya Maulina hanya bisa meloncat sekali. Itu pun posisi kakinya belum terlihat meninggalkan tanah.
Lama-lama dia bisa meloncat dengan benar. Sekali. Lain hari dua kali. Tiga kali. Terus bertambah.
Mula-mula jarak loncatan satu dengan berikutnya lama. Lalu kian cepat. Jumlah loncatannya bertambah. Kecepatannya naik.
Kini Maulina bisa meloncat katak 100 kali dalam 50 menit. Itulah rekor barunya. Yang masih akan dia pecahkan lagi.
Dan Maulina sudah bisa tidur secara normal. Satu kebahagiaan yang lain lagi.
Tentu Maulina juga mengatur makanan. Tapi tidak ada yang memaksa. Dia tahu: berapa kebutuhan kalori tubuhnya. Dia atur sendiri.
Baca Juga:Gedung Sekretariat DPC PDI P Purwakarta Resmi DifungsikanMMKSI Perkenalkan Mitsubishi Xpander Cross
Kini Maulina makan apa saja. Tapi dia tahu kapan harus makan apa. Dan seberapa banyak.
Kalau pagi sudah makan x misalnya, siang akan makan y dan malam z. Dalam jumlah yang dia atur.
Lama-lama dia tidak mau makan gorengan. Sangat jarang. Sistem di dalam tubuhnya sudah tidak bisa menerima gorengan. “Kalau malam makan gorengan, paginya terasa berat sekali. Kapok,” katanya.
Saya juga kaget ketika ketemu Maulina Rabu malam lalu itu. Dia itu temannya anak saya, Isna Iskan. Putri saya itu yang menunjukkan foto terbaru Maulina.
“Lho berubah total?” tanya saya.
“Kalau gak percaya sekarang kita ke sana,” ujar Isna.
Dia lagi di rumah orang tuanya. Yang bagian depannya dia jadikan showroom dagangan tasnya.
Di halaman belakang rumah itu dibangun pabrik dua lantai. Di situlah tas Kalyana –dalam bahasa Sansekerta berarti cantik– dibuat.