NGAMPRAH-Seluruh anak-anak hingga batas usia 18 tahun yang berhadapan dengan hukum, baik korban, saksi dan pelaku, harus ditutup identitasnya dalam sebuah pemberitaan di media massa. Hal itu diungkapkan Ketua Bidang Advokasi PWI Jawa Barat, Agus Dinar pada Diskusi Panel di Aula HBS Cimareme Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Selasa (26/11).
Menurutnya, penutupan identitas itu baik nama, alamat rumah, saudara kandung, orangtua kandung, tetangga dan sekolahnya dan beberapa identitas lainnya, sesuai undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) dan Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (PPRA).
“Penulisan dalam pemberitaan terkait anak yang tersangkut hukum, cukup dengan menulis seorang anak dan usianya, itu untuk memberikan perlindungan awal. Kalau ditulis inisial orang masih bisa menduga-duga. Alamat pun cukup wilayah hingga batas Kecamatan saja. Kenapa perlindungan ini diberikan, untuk melindungi atau menjaga hal-hal yang traumatik bagi anak di masa depannya,” terang Agus yang hadir sebagai pamateri.
Baca Juga:Kantor Desa Kotasari DiresmikanPerjalanan Hidup Nurhasan, Mubalig yang jadi ASN
Dia menjelaskan hadirnya PPRA lahir karena UU SPPA dan mutlak untuk melindungi anak yang berhadapan dengan hukum tidak memiliki labelisasi yang terstigma.
“Artinya, semua pemberitaan sebagai partisipasi dunia pers terhadap perlindungan anak harus ditutup, sesuai dengan pedoman penulisan ramah anak yang dikeluarkan oleh dewan pers. Sekaligus sebagai pengawal terhadap UU SPPA, jadi penekanannya disitu. Mudah-mudahan bisa memiliki arti yang bisa dipahami oleh rekan-rekan praktisi jurnalistik,” ungkapnya.
Acara yang diikuti sekitar 20 peserta dari unsur media serta stakeholder terkait seperti Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A), Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung Barat itu, mengambil tema “Membangun Sinergitas antara PWI KBB dan Pemerintah Daerah KBB dalam Menjaga Hak Anak dari Labelisasi Negatif.”
Ketua PWI KBB, Heni Suhaeni menjelaskan, diskusi tersebut digelar agar para peserta bisa lebih memahami aturan yang ada dalam UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang SPPA yang berkaitan dengan PPRA.
“Kenapa kami ambil tema soal perlindungan anak ini, karena isunya lagi bagus dan UU SPPA yang harus disampaikan dan diketahui, karena berkaitan dengan PPRA. Karena dua aturan tersebut belum banyak diketahui oleh unsur pers, masyarakat dan stakeholder terkait,” ujar Heni saat diwawancarai di sela acara, kemarin.