Bak saudara kembar, maraknya prostitusi selalu dibarengi dengan penjualan miras yang tinggi. Minuman haram ini menjadi pelengkap kemaksiatan yang sering kali berujung pada kriminalitas. Mangkannya minuman ini dilarang agama lantaran berpotensi merusak akal manusia.
Jajaran Polres Purwakarta, mengintensifkan razia minuman keras (miras) karena banyak pedagang jamu yang menjual secara ilegal. Dari 17 kecamatan, lima di antaranya jadi sentra perdagangan miras. Di lima kecamatan itu, tak sedikit pedagang miras menjalankan aksinya dengan modus berjualan jamu. (jabarnewscom 6/12).
Jika Miras adalah saudara kembar prostitusi, maka HIV/Aids adalah anak yang dilahirkannya. Seperti yang sudah banyak diketahui, bahwa penularan HIV/Aids terbanyak dan termudah adalah melalui aktivitas seksual. Maka wajar, Orang Hidup dengan HIV/Aids (OHIDA) di kota Purwakarta pun meningkat, simultan dengan meningkatnya angka prostitusi dan larisnya penjualan miras.
Baca Juga:TP4D Bubar, Kejari tetap Pantau DesaDidominasi Kejahatan Anak, 399 Perkara Pidana Umum Masuk ke Kejari Subang
Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinkes Kabupaten Purwakarta Meisera mengakui jumlah penderita HIV terus meningkat tiap tahunnya. Pada 2013 pihaknya mendata ada sekitar 79 kasus penderita HIV di Purwakarta. “Tahun 2018 kemarin itu bertambah jadi 518 kasus. Sekarang bertambah terus sudah sekitar 600an di 2019 ini,” kata Meisera pada Republika. (ayopurwakartacom 20/11)
Belum lagi kriminalitas dan penyakit sosial seperti LGBT, turut andil dalam terciptanya problematika kehidupan. Para ibu akan selalu was-was akan nasib anaknya kelak yang hidup berdampingan dengan manusia-manusia rusak. Sudah bisa dipastikan, kehidupan bermasyarakat yang absen dari nilai agama akan merusak fitrah manusia.
Oleh karena itu, sangatlah penting untuk kita tanamkan pendidikan agama ditengah-tengah masyarakat. Agar mereka mengetahui tujuan Allah SWt menciptakan manusia, yaitu semata untuk beribadah kepadaNya. Bertakwa dengan menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya. Sehingga pada prakteknya, seorang yang paham agama akan meninggalkan bisnis haram ini, walaupun menggiurkan dari sisi materi.
Sebaliknya, pemenuhan hasrat seksual akan dilakukan sesuai dengan syariat, melalui pernikahan. Sehingga rumah bordil atau aplikasi perpesanan prostitusi taka da peminatnya. Dari sinilah akan tercipta kota yang bebas dari kemaksiatan.
Selain ketakwaan yang harus ada di dalam individu, harus juga ada ketakwaan ditengah masyarakat. Manusia adalah mahluk sosial yang sering khilaf, sehingga dibutuhkan kepedulian antar manusia dalam menjaga suasana interaksinya. Terakhir, harus ada sebuah aturan bernegara yang mendukung terciptanya ketakwaan masyarakat. Agar Jawil Iman (suasana keimanan) masyarakat terjaga. Tentunya, aturan yang lahir haruslah bersumber pada aturan sang pembuat manusia, Allah SWT. (*)