E. Menyiapkan diri di era disrupsi
Era distrupsi telah muncul sejak masa Socrates dimana cara menulis mulai ditemukan, hingga membuat dirinya ditakuti lantaran diyakini akan menggantikan peran memori otak kita. Bahkan Ratu Elizabeth I juga pernah mengungkapkan, mesin bakal mengubah para pekerja menjadi peminta-minta. Seperti diketahui dunia saat ini sedang menghadapi fenomena disruption (disrupsi), situasi di mana pergerakan dunia industri atau persaingan kerja tidak lagi linear. Perubahannya sangat cepat, fundamental dengan mengacak-acak pola tatanan lama untuk menciptakan tatanan baru. Disrupsi menginisiasi lahirnya model bisnis baru dengan strategi lebih inovatif dan disruptif. Cakupan perubahannya luas mulai dari dunia bisnis, perbankan, transportasi, sosial masyarakat, hingga pendidikan. Era ini akan menuntut kita untuk berubah atau punah.
Hal ini perlu disiapkan dengan memilih tempat kuliah di perguruan tinggi yang sudah menggunakan pendekatan daring dalam perkuliahannya. Hal ini memang masih sulit dicari karena lebih banyak perguruan tinggi masih dengan metode perkuliahan cara lama. Namun untuk di kabupaten Subang saat ini perguruan tinggi dengan menggunakan system perkuliahan daring sudah bisa didapatkan di STEI Al-Amar Subang. Perguruan tinggi baru yang menggunakan system daring untuk memudahkan mahasiswanya yang bekerja bisa sambal kuliah. Pendekatan daring ini bukan lagi added value bagi STEI Al-Amar Subang tetapi juga kebutuhan yang sangat penting untuk mengkomodasi mahasiswa-mahasiswanya untuk menyiapkan diri di era disrupsi. STEI Al-Amar Subang sebagai perguruan tinggi islam mengutip sebuah kalimat dari Ali Bin Abi Thalib bahwa “Didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup bukan di zamanmu”. Tentunya akan usang jika mahasiswa masih dijejali dengan cara-cara lama. Sehingga STEI Al-Amar Subang hadir untuk menyiapkan mahasiswanya menyiapkan diri di era disrupsi.
Keunggulan-keunggulan inilah yang bisa didapatkan mahasiswa dengan perkuliahan kelas karyawan berbasis daring ini. Paradigma bahwa kuliah harus di tempat yang megah dan di Kota, merupakan tradisi usang yang harus diubah. Kini harusnya ditanamkan bahwa bukan kuliah dimana tetapi bagaimana anda kuliah. Setiap orang harus memiliki kesempatan yang sama untuk melanjutkan pendidikan, alasan ekonomi seharusnya bukan lagi masalah karena akses melanjutkan pendidikan terbuka lebar saat ini. Tetaplah optimis bagi yang ingin melanjutkan pendidikan bukan semata-mata untuk meraih gelar tetapi untuk merubah nasib. Setiap orang layak untuk sukses, membanggakan keluarganya dan hidup lebih baik. Memang pendidikan tidak menjamin orang untuk sukses tetapi dengan pendidikan kesuksesan akan lebih mudah diperoleh. Tataplah era disrupsi ini dengan keyakinan bahwa semua memiliki kesempatan untuk bersaing, sehingga cita-cita menjadi sebuah bangsa yang unggul ini dimulai dari sumber daya manusia yang terididik dan terakomodasi melanjutkan pendidikan tinggi. (*)