OLEH: Ilham Akbar
Esais dan Pemerhati Sosial
Pada saat ini Kementrian BUMN merupakan salah satu Kementrian yang paling disorot oleh pubik, karena setelah Presiden Joko Widodo menunjuk Erick Thohir sebagai Menteri BUMN, Kementrian BUMN pun seolah langsung menancapkan gas untuk membenahi permasalahan di dalam internal BUMN yang selama ini menjadi permasalahan yang semakin pelik. Salah satu gebrakan awal Erick Thohir adalah menunjuk Basuki Tjahaja Purnama (BTP) sebagai Komisaris Utama Pertamina. Setelah menunjuk BTP sebagai Komisaris Utama Pertamina, kini Erick Thohir kembali melakukan gebrakan yang sangat dahsyat. Pasalnya gebrakan yang dilakukan oleh Erick Thohir tersebut adalah langsung mencopot Direktur Utama Garuda Indonesia yang melakukan penyelundupan Harley Davidson secara ilegal.
Tentu saja langkah tersebut merupakan langkah yang sangat berani, karena memang pada saat ini yang dibutuhkan oleh Indonesia adalah Menteri yang tidak hanya pandai dalam melakukan retorika, tetapi juga pandai dalam memberantas korupsi dan kejahatan yang terselebung lainnya. Akan tetapi yang patut untuk dipertanyakan kembali ialah, apakah publik hanya perlu mengandalkan seorang Erick Thohir saja dalam membenahi persoalan BUMN? Bukankah BUMN adalah milik kita bersama? Maka dari itu, hal ini lah yang harus dipikirkan kembali oleh semua pihak yang berada di lingkungan Kementrian BUMN.
Memang pada saat ini BUMN selalu mempunyai permasalahan tersendiri mengenai direksi yang ada di masing-masing perusahaan BUMN. Terkadang direksi yang duduk di perusahaan BUMN selalu terjerat korupsi, dan ketika direksi di perusahaan BUMN melakukan korupsi, maka yang terkena imbasnya bukan hanya jajaran direksinya saja, tetapi juga seluruh karyawan yang ada di dalamnya. Maka dari itu, agar kejadian yang menimpa Garuda Indonesia ini tidak terulang lagi di masa yang akan datang, BUMN pun harus segera melakukan kontemplasi untuk memperbaiki peraturan-peraturan yang selama ini menjadi stimulus terciptanya penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh direksi.(*)
Baca Juga:Ormas Islam Desak Terbitkan Perda MirasBawaslu Seleksi 255 Pelamar
Merevisi Permen BUMN Nomor PER-03/MBU/2015
Salah satu kesalahan yang selama ini tidak disadari oleh Kementrian BUMN adalah menjalankan peraturan menteri yang mengatur bahwasannya direksi hanya bisa diangkat melalui mekanisme Uji kelayakan dan Kepatutan (UKK) dan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Peraturan tersebut tertuang di dalam Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor PER-03/MBU/2015. Namun tidak ada peraturan yang selama ini mengharuskan bahwa pemilihaan atau pengangkatan direksi harus melalui pemilihan dari seluruh karyawan perusahaan, ataupun harus diseleksi terlebih dahulu oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Yang berhak menentukan direksi justru hanya segelintir elite politik yang duduk di lingkungan Kementrian BUMN. Lantas apakah elite itu akan merepresentasikan keinginan dari karyawan yang ada di perusahaan BUMN tersebut? Dan apakah direksi yang telah terpilih sudah dipastikan tidak mempunyai potensi untuk melakukan korupsi?