SUBANG-Beredar kabar sejumlah perusahaan di Subang akan pindah ke Jawa Tengah akibat kenaikan Upah Minimum Kabupaten (UMK) tahun 2020. Namun buruh menepis kabar tersebut, bahwa kenaikan UMK bukan jadi penyebab pindahnya pabrik. Sementara tidak semua pengusaha menerima kenaikan UMK Subang sebesar Rp2.965.468.
Supervisor HRD PT U Jump Indonesia, Nurlaelah mengatakan, UMK Subang sebesar Rp2.965.468 cukup memberatkan di tengah daya saing yang tinggi. Jika dipaksakan tetap di angka tersebut kemungkinan akan pindah ke Jawa Tengah.
“Dari pihak Korea atau Taiwan, kalau misalkan seperti ini terus, mereka akan beralih ke Jawa Tengah,” ungkapnya kepada Pasundan Ekspres, di Hotel Lotus Subang, Kamis (12/12).
Dia mengatakan, sebagai jalan tengah akan melakukan kesepakatan agar upah berada di antara UMK tahun 2019 dan tahun 2020. “Kemungkinan kita akan ada kesepakatan untuk Korea Garmen untuk di bawah UMK (2020) di atas UMK kemarin (2019),” ujarnya.
Manager HRD PT Pesat Global Indonesia, Yulis Purnama menyampaikan, UMK Subang tahun 2020 terbilang tinggi. “Sebenarnya untuk garmen dengan Rp2,965 juta cukup tinggi, karena dengan produksi yang ada di Subang masih jauh dengan hasil dan kualitasnya,” katanya.
Baca Juga:Revitalisasi Pasar Pusakajaya Didanai Rp 15 MTerminal Omni
Dia mengatakan, perusahaan akan bertahan lama manakala kenaikan UMK tidak terlalu tinggi. “Perusahaan itu akan berjalan lama dan akan membantu daerah Subang itu sendiri. Dengan UMK-nya tidak terlalu tinggi mungkin garmennya akan bertahan lama di Subang. Tapi kalau terlalu tinggi UMK-nya mungkin akan banyak garmen yang pindah ke daerah Jawa Tengah,” jelasnya.
Yulis mengatakan, jika pabrik garmen banyak yang pindah akan berdampak pada perekonomian masyarakat dan Pemda Subang. Sejauh ini, kata Yulis, keberadaan perusahaan selama ini untuk mensejahterakan masyarakat Subang.
Sementara itu, Sekretaris Umum Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (Kasbi) Subang, Rahmat Saputra menyatakan, tidak benar perusahaan di Subang pindah karena kenaikan UMK. “Selama ini kalau mau buka-bukaan, banyak perusahaan tutup bukan karena faktor UMK,” ungkapnya.
Dia mengatakan, terkait perusahaan yang tidak mampu membayar sesuai UMK sejak dulu sudah ada mekanisme yang disebut penangguhan upah. “Nah, cuma banyaknya perusahaan tidak mau menempuh itu, karena salah satu syaratnya perusahaan harus membuktikan laporan kerugian selama dua tahun kebelakang, yang diaudit oleh akuntan publik. Mereka rata-rata tidak mau menyertakan laporan tersebut apalagi harus diaudit oleh akuntan publik,” jelasnya.