Monyet-monyet saling kejar di tanah lapang itu. Saling lompat. Lalu naik ke pohon. Turun lagi. Menyambar pisang hadiah dari pengunjung.
Terlihatlah sepasang kuil kecil di ujung koridor itu. Di antara dua kuil itu ada pendopo kecil.
Di balik pendopo itu ada bangunan berteras. Membentuk huruf U.
Di sepanjang terasnya penuh manusia. Mereka duduk bersila sambil membaca kitab kecil di masing-masing tangan mereka. Atau melantunkan lagu. Menirukan lagu yang dinyanyikan sekelompok kecil penabuh gendang India. Tetabuhan itu terus berjalan keliling di komplek kuil. Menyanyi tiada henti.
Teras itu penuh.
Pendopo itu penuh.
Baca Juga:Persikas dan Askab PSSI Subang Latihan Bareng Timnas Pelajar U18 dan SSB RagunanNekat Lawan Petugas, Pentolan Begal Klari Ditembak Mati
Yang antre menuju altar juga panjang. Sambil membawa bunga. Untuk diletakkan di altarnya.
Mendekati kuil saya melepaskan sepatu. Semua harus begitu. Ada lapak penitipan sepatu berbayar di situ.
Sambil ikut antre saya tertarik pemandangan lain. Ternyata banyak orang yang berjalan mengelilingi kuil kecil itu.
Saya pun keluar dari antrean. Ikut mereka mengelilingi kuil. Seperti orang yang lagi tawaf mengelilingi Ka’bah.
Saya perhatikan apa saja yang mereka lakukan. Sambil berkeliling itu mulut mereka komat-kamit. Ada juga yang sambil membawa kitab kecil di tangan.
Sesekali mereka berhenti. Tangan mereka mengelus-elus dinding kuil. Sambil membenamkan wajah di dinding itu. Meratap.
Di bagian belakang kuil ada jendela yang selalu tertutup. Sebagian mereka pun berhenti di bawah jendela itu. Dengan tangan meraba-raba kayunya. Dan kusen kunonya. Seraya meratap-ratap.
Baca Juga:Produksi 3 Ton Perhari, Pakan Ternak Neglasari Tembus Pasar JabarBentuk Rasa Syukur dan Berkah, Desa Bongas Gelar Hajat Bumi
Tiba di sisi barat mereka berhenti. Mencelupkan jari di cawan berisi cairan kental berwarna merah. Lalu menorehkan si kental di ujung jari ke dahi mereka. Tepatnya di antara dua alis.
Saya berhenti memandangi adegan itu. Seseorang lantas menorehkan ujung jari merahnya ke dahi saya. Tepat di antara dua alis saya.
“Ritual keliling ini harus berapa kali putaran?” tanya saya.
“Boleh tiga kali, boleh lima kali,” jawab yang mengolesi dahi saya tadi –seorang wanita setengah tua. “Setelah selesai, lalu melakukan ini,” tambahnyi.
Ups, dia mengira saya sudah keliling lima kali.