Di ibu kota itu Mirza pasang iklan: menantang siapa pun untuk berdebat terbuka.
Yang ia tantang ulama Islam. Juga ulama Kristen.
Tempat debatnya Mirza sudah menentukan: di Masjid Jama Old Delhi (Indah Kumuh)
Cara debatnya pun Mirza yang menentukan. Agar tidak terjadi debat kusir. Juga agar tidak ada yang salah dalam mengutip apa yang sudah diucapkan.
Baca Juga:Serap Aspirasi, 50 Anggota DPRD Gelar ResesBumbu Dapur Instan Penyumbang Sampah?
Ucapan semua orang di arena itu harus ditulis. Untuk dibacakan. Ada bukti –siapa mengucapkan apa.
Syarat lain: topiknya satu persatu. Satu dulu yang diperdebatankan. Tidak boleh melebar ke topik lain.
Kali pertama itu topiknya soal kematian Isa (Yesus) tadi.
Kian mendekati hari debat suasana kian panas. Terutama dari kalangan Islam.
Mereka tidak mau topik debat dibatasi. Harus juga membahas topik lain: mengapa Mirza menyebut dirinya sebagai nabi.
Padahal, menurut keyakinan Islam, nabi terakhir adalah Muhammad.
Setelah itu memang diyakini akan ada orang hebat yang diturunkan ke bumi. Di akhir zaman nanti. Tapi itu adalah Isa yang diangkat ke surga dulu. Bukan Mirza.
Pro-kontra terjadi. Kian keruh. Di hari perdebatan masa sangat besar. Sulit diatur. Berpotensi bentrok.
Polisi Inggris membubarkan mereka.
Saya juga diajak Saifullah ke masjid pertama. Yang dibangun Mirza di dekat rumah bapaknya.
Baca Juga:Anggota Bhayangkari Subang Raih Penghargaan UMKM JUARA se-Jawa BaratBuruh Panik, Ular Kobra Masuk PT Taekwang
Awalnya tidak ada yang mau salat. Lingkungan ini semua beragama Sikh. Atau Hindu.
“Makmum pertama Mirza adalah orang yang dibayar untuk mau ikut salat,” kata Saifullah.
Lama-lama Islam berkembang di situ. Ayahnya kian khawatir anaknya tidak mau jadi pengusaha.
Di akhir hidupnya sang ayah bangga pada anaknya itu.
Kini sudah ada masjid besar di situ. Dengan menara-menara tinggi.
Saya lantas minta diantar ke komplek pagar tembok panjang itu. Waktu saya sudah habis.
Ternyata itulah komplek makam Mirza Ghulam Ahmad. Suasana di dalamnya seperti Taman Makam Pahlawan. Luas dan indah. Dengan pohon-pohon besar dan taman yang luas.
Di ujung sana ada ribuan makam lain. Itulah para pejuang Ahmadiyah.
Yang dimaksud pejuang adalah termasuk mereka yang mau sedekah 10 persen dari penghasilannya.