Berada di Tengah Perkebunan Teh Ciater
Kabupaten Subang merupakan salah satu penghasil teh di Indonesia. Perkebunan teh milik PTPN VIII di Subang menghampar luas di daerah Ciater hingga Bukanagara. Panorama yang indah dan udara yang sejuk di perkebunan teh tersebut sangat disukai wisatawan. Selain bisa menikmati keindahan kebun teh, para wisatawan juga bisa menengok sejarah perkebunan teh di Museum Teh yang terdapat di jalan raya Subang – Bandung. Museum ini memanfaatkan sebuah gedung tua peninggalan Belanda yang kini juga dikenal dengan nama gedong buleud.
LAPORAN: INDRAWAN SETIADI, Ciater
Gedung itu tertutup rapat. Hanya seorang pria tampak duduk di belakang bangunan. Apabila dilihat sekilas, bentuk bangunan itu tampak melingkar. Bahkan bentuk tangga teras hingga tata letak bangunan juga mengikuti alur melingkar.
Ketika mengintip dari balik kaca, terlihat beberapa lukisan foto, peta dunia, mesin, hingga kata-kata mutiara di papan putih bergambar tokoh Douwes Dekker. Bertuliskan “Men is zijn God opbergen meer meemabij” dan terjemahan, “Di pegunungan, manusia akan lebih dekat dengan Tuhannya.”
Baca Juga:Grasstrack TDR Open di Sirkuit Widara Diikuti Ratusan CrosserGubernur Ajak Masyarakat Tiru Negara Maju
Penjaga Gedong Buleud, Apih (34) mengatakan, bangunan itu selalu terkunci. Sudah jarang dibuka untuk khalayak umum.
“Sekarang sering kosong. Setahu saya, 2016 rombongan dari berbagai daerah ramai datang ke sini. Tapi sejak setahun lebih ini sudah enggak ada yang datang mengunjungi,” ujar Apih.
Sepengetahuannya, bangunan berusia ratusan tahun itu pernah difungsikan sebagai rumah dinas dan ditempati orang kebangsaan Belanda bernama Bosscha.
Kepala Bidang Kebudayaan Disdikbud Kabupaten Subang, M Khadar Hendarsah mengatakan, dari data yang dimilikinya, bangunan tersebut merupakan peninggalan P and T Land, (Pamanoekan and Tjiasem Land). Adalah perusahaan perkebunan yang dimiliki para pengusaha asal Eropa di Subang.
“Fungsi bangunan dimungkinkan pada zamannya sebagai tempat tinggal para petinggi dari perusahaan perkebunan,” jelasnya.
Menurutnya, keberadaan perusahaan itu di Subang terdiri dari tiga periode. Periode pertama 1812-1839 dimiliki orang Inggris. Kedua, 1840-1911 dikuasai oleh pengusaha Belanda dengan tokoh Legend Pieter William Hofland. Periode ketiga, 1911-1954, dimiliki oleh pengusaha asal Inggris. Kemudian P & T Lands berakhir sekitar 1973.