37 Tahun “Mempertahankan” Subang di Tanah Mataram
Pementasan teater “Cinta Katungkul Ku Pati” adalah salah satu bagian dari rangkaian pagelaran Sekar Abang: Seni Karya Anak Subang bertema “Nuansa Sendra Asik” pada Senin (23/12/2019) di Gedung Societet Taman Budaya, Yogyakarta. Acara ini digelar dalam rangka memperingati hari lahir IPMKS ke-37.
Selain teater, panitia juga menampilkan berbagai macam kesenian asli Subang dan Jawa Barat. Seperti angklung, tari topeng, tari doger kontrak, juga tentunya kesenian khas Subang: Sisingaan. Penampilan dari kota lain pun turut memeriahkan agenda tahunan itu.
Bagi saya, pagelaran ini membuktikan, bahwa tetap menjadi Jawa Barat di daerah lain adalah sebuah keniscayaan. Hal ini seperti kutukan yang indah. Bagi beberapa orang, memperjuangkan identitas tanah kelahiran adalah berkah kebudayaan. Kemanapun kita melaju, kita mesti mengingat kemana arah kita kembali. IPMKS mampu membuktikan hal itu.
Baca Juga:Pemilu Partisipatif Dievaluasi, Libatkan Pemuda Lintas AgamaSyaikhu: Pilkada Serentak Akan Sangat Rumit
Kendati terkadang tak mendapat respons dari tanah kelahirannya sendiri, organisasi kedaerahan yang mayoritas dikelola oleh mahasiswa asal Subang di Yogyakarta ini tak berhenti langkah. Buktinya, pagelaran demi pagelaran, agenda demi agenda, tetap mereka laksanakan.
Selama 37 tahun berdiri, IPMKS telah banyak menitikan jejak kesundaan dan ke-subang-an di kota istimewa. Melihat usia mereka yang masih muda, saya terkagum-kagum. Seakan tuduhan kalau milenial tak lagi cinta budaya, luluh lantak seketika di lantai Taman Budaya. Buktinya, ratusan penonton yang mayoritas anak-anak muda, menyambut gembira pagelaran ini. Deru tepuk tangan dan ratusan ucapan apresiasi menghujani akhir agenda tersebut.
Perjuangan kebudayaan semacam ini tentu harus terus dilakukan. Karena mimpi terburuk generasi muda adalah tidak tahu jati diri dan lupa asal muasal ia dilahirkan.
Saya kira perjuangan ini adalah sebuah pekerjaan besar. Ini pekerjaan budaya. Dan kita semua tahu, apapun yang berkaitan dengan budaya tentulah membutuhkan konsistensi dan kontinyuitas. Bagi saya, IPMKS memiliki posisi yang strategis dalam memperjuangkan hal ini. Dan saya yakin mereka bisa.
Terimakasih, IPMKS, atas pagelaran semalam. Selain menjadi kenal dengan budaya tanah kelahiran sendiri, kerinduan saya terhadap kota nanas dapat terobati. Terimakasih telah berjuang untuk kebudayaan.