Dalam upaya mengeratkan kembali solidaritas kebangsaan, kita dapat memulai dengan membangun komunikasi yang baik di tingkatan masyarakat; menciptakan ruang pertemuan antar agama, ras, dan suku; lalu memahami kembali arti kebersamaan. Hal itu merupakan upaya ringan dalam menanggulangi praktik-praktik intoleransi yang selalu marak terjadi belakangan ini.
Sebagai sebuah negara kesatuan, bolehlah kita menyebut Indonesia sebagai sebuah organisasi besar, di mana di dalamnya kita sebagai masyarakat terlibat aktif dalam menentukan ke mana berjalannya roda organisasi besar ini. Dalam perspektif komunikasi organisasi, Arnold dan Feldman (1986) menyatakan bahwa komunikasi organisasi adalah suatu proses pertukaran informasi diantara orang-orang dalam suatu organisasi. Hematnya, ebagai anggota (masyarakat) dari organisasi besar bernama Indonesia, proses pertukaran informasi inilah yang menjadi kunci dalam membangun kesepahaman kebangsaan.
Komunikasi organisasi sendiri memiliki tujuan bagaimana kita sebagai masyarakat negara yang terlibat dalam proses itu berinteraksi dan memberi makna atas apa yang terjadi. Sehingga dapat dicapai suatu makna bersama, dan kesepahaman bersama (Pace dan Faules: 2001). Artinya, perbedaan agama, ras, dan suku dapat kita damaikan melalui interaksi yang intens di banyak ruang-ruang pertemuan. Dengan begitu, praktik-praktik intoleransi akan sedikit demi sedikit kita halau seiring dengan intensitas interaksi dan pertemuan kita di akar rumput.
Baca Juga:Pasangan ‘Enak’ Dideklarasikan13 Narapidana dapat Remisi Natal
Tentunya, dengan upaya semacam ini, kita telah berusaha mengembalikan makna pergantian tahun kepada trah yang seharusnya, yakni sakral dan religius. Jika dalam setiap malam pergantian tahun kita maknai secara demikian, maka bukan sebuah mimpi yang utopis jika kebinekaan Indonesia akan terus melaju kepada usia yang semakin dewasa.
Selamat merayakan tahun baru 2020. (*)