LEMBANG-Sekitar 4.414 pelanggaran di wilayah Kawasan Bandung Utara (KBU), akibatkan krisis ekologis berkepanjangan. Pembangungan kawasan komersil dan industri pariwisata menjadi penyumbang penyebab terbanyak.
Manager Pendidikan dan Kaderisasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jabar, Haerudin Inas mengatakan, kerusakan KBU yang sampai saat ini masih masif terjadi.
ahkan, dari hasil investigasi WALHI Jabar dan data dari BPN, sampai tahun 2018 terdapat 4.414 pelanggaran. “Alih fungsi lahan KBU masih sangat masiv, makanya kami (WALHI Jabar) dan padumukan menggelar aksi bentang spanduk dan penananaman pohon sebagai reaksi penyelamatan kawasan melalui upaya pemulihan sistem, penyelamatan fungsi laju air, serta fungsi penguatan tanah,” ucap Inas Pada saat penananaman pohon bersama Komunitas Padumukan Punclut, Minggu (29/12).
Baca Juga:Empat Pasar Berpotensi Timbulkan KemacetanPenanaman Pohon 2019, Upaya Lestarikan Lingkungan
Dibeberkan Inas, dari 4.414 pelanggaran di KBU, temuan terbaru WALHI Jabar yakni, banyak bermunculan industri pariwisata yang tidak memiliki perspektif kebencanaan. Mirisnya, selain tidak memerhatikan kaidah lingkungan dan esensi dari KBU, industri-industri pariwisata ini pun mengenyampingkan keselamatan pengunjung melalui kamuflase keindahan objek wisatanya. “Minimnya pengetahuan pengembang wisata terkait mitigasi bencana padahal dekat dengan Sesar Lembang yang puncak gempanya bisa mencapai 7 Skala Richter lebih kalau terjadi guncagan,” ujarnya.
Risiko terbesar dari alih fungsi KBU, disebutkan dia, terasa oleh masyarakat yang berada di cekungan Bandung. Akibat hulu (KBU) terus dieksploitasi demi kepentingan pengusaha, masyarakat Bandung kerap dilanda masalah banjir yang dari tahun ke tahun terjadi. “Yang harus bertanggung jawab itu ya, jelas pemerintah. Karena pemerintah itu yang mempunyai akses peraturan dan perizinan (pembangunan sarana komersil dan industri pariwisata) itu sendiri,” ungkapnya.
Keberadaan regulasi baik tentang cekungan Bandung maupun KBU, masih belum ada dampak baiknya. Sebab, pembangunan sarana komersil maupun industri pariwisata masih terus berlangsung hingga saat ini seperti yang terjadi di Kecamatan Lembang. “AMDAL di KBU ini harusnya menjadi AMDAL kawasan jadi, bukan lagi ketika ada pembangunan A misalnya, baru ada AMDAL. Tapi harusnya di KBU itu ada satu kesatuan sistem AMDAL KBU artinya, AMDAL di KBU itu harus terintegritas dan ditegakkan,” tukasnya.(eko/sep)