Sayangnya indikator ekonomi tersebut belum diikuti secara sempurna dengan mematuhi peraturan lalu lintas di jalan. Kenyataan menunjukkan masih banyak pengguna jalan di Indonesia masih menganggap bahwa rambu lalu lintas yang terpasang di pinggir jalan hanya sebatas penghias jalanan bukan untuk ditaati atau dihormati sehingga sering kecelakaan lalu lintas terjadi karena factor human error disamping non human error. Dan tidak bisa dipungkiri, hal tersebut kalau toh dipatuhi hanya berlaku ketika ada razia yang dilakukan oleh pihak kepolisian semata. Padahal tujuan dari dipasangnya rambu tersebut adalah untuk keselamatan mereka sendiri. Hingga saat ini masih banyak pelanggaran yang ditemukan terkait dengan ketidakpatuhan dalam menaati rambu-rambu yang ada. Padahal pihak kepolisian sudah menerapkan berbagai kebijakan terkait pelanggaran tersebut. Salah satunya berwujud pemberian surat tilang atau dengan pemberian denda pada setiap pelanggaran. Contohnya menurut ketentuan pasal 287 ayat (1) UU No.22 tahun 2009, jenis pelanggaran terhadap rambu-rambu lalulintas dapat terancam hukuman pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp500.000.
Penindakan belum menjadi cambuk atau efek jera atau peringatan yang kuat terhadap kasus pelanggaran yang ada. Malahan yang terjadi sebaliknya, yaitu semakin banyak jenis pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat. Contoh kasus umum pelanggaran yang kerap kali dilakukan oleh masyarakat, yaitu pelanggaran terhadap rambu-rambu batas kecepatan. Terutama dilakukan oleh para pengguna jalan bebas hambatan atau yang biasa disebut jalan tol. Dimana dalam jalan bebas hambatan atau jalan tol terdapat batas minimal serta batas maksimal kecepatan yang boleh dilakukan oleh suatu kendaraan. Biasanya batas kecepatannya antara 60-100 KM per jam. Kenyataan masih banyak ditemukan pengemudi kendaraan bermotor melaju kurang atau bahkan melebihi batas kecepatan yang telah ditetapkan. Untuk kekurangan batas kecepatan biasanya dilakukan oleh pada pengemudi mobil angkutan barang atau truk yang mana mungkin hanya dapat melaju hingga kecepatan 40 Km per jam. Belum termasuk apabila membawa muatan yang berlebih.
Pelanggaran terhadap batas maksimal kendaraan biasanya dilakukan oleh pengemudi mobil pribadi atau mobil penumpang yang dapat melaju melebihi 100 KM per jam. Terlebih apabila kondisi jalan yang sepi maka laju kendaraan tersebut dapat hingga batas maksimal yang dapat dilakukan oleh suatu kendaraan itu sendiri. Padahal batas kecepatan itu juga bertujuan untuk keselamatan yang dapat terjadi apabila tidak mematuhi peraturan yang telah ditetapkan. Adapun contoh kasus lain, yaitu terkait dengan pelanggaran terhadap rambu penggunaan lajur kanan hanya untuk mendahului. Pada saat ini penggunaan jalur atau lajur kanan hanya untuk mendahului di Indonesia hanya sebatas penghias juga di pinggir jalan bukan sebagai peraturan yang telah ditetapkan. Sehingga pada saat ini ada ungkapan yang mungkin beredar yaitu “jalur kanan hanya untuk kendaraan jagoan atau yang berani saja”. Yang mana dalam ungkapan ini berarti jalur atau lajur sebelah kanan hanya untuk kendaraan yang dikendarai oleh pengemudi yang memiliki ego yang tinggi hingga merasa bahwa itu merupakan jalur unruk dirinya sendiri.