Oleh
1.Drs.Priyono,MSi(Dosen dan Wakil Dekan I Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta)
2.Dicky Heru Saputra(mhs semester I, peserta mata kuliah Demografi klas E)
Dalam studi demografi, komponen perkawinan dan perceraian menjadi salah satu focus obyek kajian karena dari peristiwa demografi itu kemudian munculah pasangan suami isteri beranak pinak sehingga menjadi khalifah di dunia ini. Penghuni dunia yang satu ini sudah mencapai angka 7,7 miliar dan 76,6 persen berdiam di benua Asia dan Afrika, yang notabene dihuni oleh kebanyakan Negara berkembang.
Konsep itu tersurat di salah buku demografi standar dunia dan bahkan dikatakan buku babonnya demografi, dia adalah Bogue, lengkapnya Donald J Bogue dalam judul The principle of demography, yang diterbitkan tahun 1969. Kasus perkawinan dan perceraian harus dipantau bila ingin mengendalikan pertumbuhan penduduk. Maka kebijakan perkawinan dan perceraian menjadi bagian yang sangat penting ketika suatu Negara ingin menerapkan kebijakan kependudukan , terutama kebijakan yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk atau yang merubah arah pertumbuhan penduduk bukan yang menyesuaikan tau menanggapi (pasif )
Akan dicoba melihat pola perkawinan dan perceraian dalam skala mikro untuk memahami trend pertumbuhan penduduk.
Baca Juga:ASN Harus Pro Aktif Maksimalkan SDMKotak Ghosn
Persentase tingginya wanita yang menikah akan berpotensi meningkatkan jumlah anak yang dilahirkan dan sebaliknya terjadi angka perceraian yang tinggi sebagai indicator tidak ketatnya norma perkawinan sebagai ikatan suci dalam pandangan agama dan tingginya perkawinan bisa berdampak variasi dalam pertumbuhan penduduk. Bila setelah perceraian tidak diikuti dengan perkawinan lagi maka perceraian tidak berdampak dan sebaliknya.
Kasus perceraian (pisah ranjang) di sebuah kabupaten di Jawa Timur tergolong unik .
Peristiwa perceraian di Blitar terus meningkat dari tahun ke tahun. Perceraian ini bahkan seperti menjadi tren tersendiri bagi masyarakat Blitar. Angka perceraian yang meningkat ini lebih banyak gugatan diajukan oleh kaum hawa atau dari pihak istri dari pada kaum Adam.
Meningkatnya gugatan cerai yang diajukan oleh pihak perempuan terlihat jelas sejak beberapa tahun terakhir. Menurut data yang diperoleh dari Pengadilan Agama Blitar menyebutkan pada 2013 dari kasus perceraian yang sampai ke Pengadilan Agama penggugat perempuan mencapai 2.621, sementara penggugat laki-laki pada tahun yang sama hanya 1.285 kasus. Sedangkan pada tahun 2014 semakin meningkat. Dimana hingga bulan oktober saja ada 4007 kasus perceraian yang terdiri dari 1108 cerai talak dan 2116 cerai gugat. Diprediksi dipenghujung tahun 2019 hingga nanti tahun 2020 perceraian akan semakin menjadi kebiasaan tersendiri bagi masyarakat Blitar. (Sumber Berita: IR).