oleh:
1.Drs.Priyono,MSi( Dosen dan Wakil Dekan I Fakultas Geografi UMS)
2.Hana Refah Shabrina( Mhswi semester 1, peserta kuliah Demografi )
Pernikahan dan perceraian merupakan dua hal yang saling berkaitan dan dua faktor demografi yang berpengaruh terhadap siklus demografi dan pertumbuhan penduduk. Hampir setiap orang menginginkan pernikahan dan barangkali tidak satupun yang berniat menghendaki perceraian atau divorce. Secara demografis perkawinan merupakan peristiwa berkurangnya secara perlahan jumlah penduduk muda yang belum menikah ke jenjang pernikahan kemudian berkurang secara drastis pada usia yang dianggap pantas untuk menikah(Bogue,1969).
Perilaku pernikahan dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya umur, lingkungan,peraturan perundangan dll. Dalam keadaan ekstrim, rasio antara laki dan perempuan berjarak jauh, ini terjadi di Negara Eropa setelah perang dunia kedua, banyak laki laki dewasa meninggal akibat perang. Di Amerika justru terjadi penyesuaian umur pasangan yang terkenal denga istilah marriage squeeze dimana perbedaan usia pasangan menjadi pendek. Setiap orang berharap bahwa pernikahan yang mereka lakukan hanya dialami sekali seumur hidup dan pernikahan yang terus berjalan hingga maut memisahkan. Ingat bahwa pernikahan bukan sesuatu yang mudah untuk dijalani, berbagai permasalahan akan datang tergantung bagaimana cara menyelesaikan permasalahan tersebut. Lalu bagaimana perceraian bisa terjadi dalam pernikahan dan bagaimana pencegahannya?
Baca Juga:Sadis! Rebutan Air di Sawah, Dua Tangan Warim Disabet Golok Nyaris PutusDitolak Pihak KCIC, Puluhan Truk Pasir Mengular 3 Km
Pernikahan dan perceraian berpengaruh dalam demografi. Pernikahan menyebabkan fertilitas yang nantinya akan mempengaruhi pertumbuhan penduduk di suatu daerah atau negara. Perceraian tidak akan terjadi tanpa adanya pernikahan. Berbagai faktor yang menimbulkan perceraian juga banyak, diantaranya ketidaksiapan mental pasutri, persoalan ekonomi, pernikahan dini, hingga masalah komunikasi antar pasutri. Berbagai pendekatan telah diterapkan untuk menjelaskan perilaku fertilitas, mulai dari pendekatan sosial, ekonomi maupun psikologi.
Berbagai wilayah di Indonesia memiliki angka perceraian yang tinggi, salah satunya adalah terjadi di Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah. Kabupaten Pemalang yang terletak di pantura Jawa Tengah ini pada tahun 2018, Pengadilan Agama kelas 1A Pemalang, mencatat terdapat 3.723 perkara dan sekitar 82 persennya merupakan kasus perceraian. Bulan Januari hingga November ada sebanyak 2.475 kasus yang mengajukan gugatan cerai dari pihak istri, sedangkan dari pihak suami terdapat 847 kasus. Jadi secara keseluruhan terdapat 3.322 kasus perceraian di Kabupaten Pemalang. Kita ketahui bahwa penggugat perceraian kebanyakan dari pihak istri, usia para istri tersebut masih terbilang muda berusia antara 22-25 tahun atau baru memiliki satu orang anak. (Sumber : kebumenekspres)