Oleh : Muhamad Choerul Adlie Rafqie (Mahasiswa Ilmu Politik , UIN Sunan Gunung Djati Bandung)
Salah satu pulau di Indonesia kini kembali mendapat perhatian publik , Pulau Natuna namanya. Dilansir dari Wikipedia, Kepulauan Natuna berada di provinsi Kepulauan Riau dengan luas 2.009,85 km² dan dihuni oleh kurang lebih 76.192 jiwa yang didominasi oleh etnis Melayu sekitar 85,27% penduduk. Pada 18 Mei 1956 , pemerintah Indonesia secara resmi mendaftarkan Natuna sebagai bagian dari wilayah kedaulatan NKRI ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Ketegangan di pulau ini muncul kembali setelah kapal-kapal nelayan dan Coast Guard dari China masuk dalam Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) di Natuna. Pihak China menganggap kapal-kapal mereka berada di perairan aman (Safety Waters) , argumentasinya didasarkan pada garis demarkasi yang dibuat oleh mereka sendiri di Laut Cina Selatan bernama sembilan garis putus-putus (Nine Dash Line) , dan dideklarasikan oleh mereka pada tahun 1947. Hal tersebut jelas tidak bisa dibenarkan karena tidak sesuai dengan Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS) tahun 1982, serta China tidak pernah dijelaskan secara eksplisit alasan dibalik klaimnya tersebut.
Baca Juga:PDI Perjuangan dan PKS Tolak Hak InterpelasiPengakuan Utang Bisa jadi Dasar Perubahan APBD 2020
Dari dulu memang Natuna sudah jadi incaran banyak negara. Ada yang terang-terangan mengajukan sengketa kepemilikan pulau ini dan ada juga yang diam-diam berada di pulau ini untuk sekedar mengeksploitasi kekayaan alamnya. Natuna seakan seperti magnet yang mempunyai daya tarik tinggi yang mampu memikat banyak negara untuk memilikinya. Lalu sebenarnya sejak kapan saling klaim atas kepulauan Natuna terjadi?, dan apa yang menjadi alasan negara-negara tersebut menginginkan Natuna? , serta apa yang seharusnya dilakukan pemerintah dan masyarakat untuk menjaga Natuna?.
Klaim Malaysia & Vietnam
Jauh sebelum kisruh klaim sepihak China atas Natuna belakangan ini , Malaysia pernah juga mengklaim bahwa seharusnya kepulauan Natuna masuk dalam wilayah Malaysia. Namun , karena situasi politik Malaysia dan Indonesia saat itu sedang memanas akibat adanya konfrontasi antar kedua negara di tahun 1962-1966 , Malaysia memilih menekan hasratnya untuk memiliki Natuna agar tercipta stabilisasi. Selain itu Vietnam juga pernah mencoba mengambil celah dari belum jelasnya batas kontinen antara Indonesia dan Vietnam dengan mengirim 13 Kapal Patroli di tahun 2019 yang berjaga aktif di sekitar Landas Kontinen Indonesia di Perairan Laut Natuna Utara, Riau. Hal ini jelas melanggar aturan UNCLOS 1982 pasal 74 ayat 3, yang menyebutkan bahwa negara yang bersengketa harus melakukan provisional arrangement (perjanjian sementara) terkait wilayah yang masih disengketakan atau terdapat saling klaim (overlapping). Negara Vietnam menjadi salah satu negara yang paling banyak melanggar ZEEI di Laut Natuna Utara , terakhir tercatat ada 3 kapal nelayan Vietnam yang ditangkap di tahun 2020 karena melakukan tindakan Ilegal Fishing.