Oleh: Herawati Hartiyanti Lestari, S. Hum
(Aktivis Muslimah Pantura Subang)
Lagi-lagi pahlawan devisa Indonesia bernasib malang dinegeri orang. Dikabarkan di Pasundan Ekpress 14/01/20 lalu, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Subang diduga dibunuh di Malaysia.
Kabar tersebut sangat mengejutkan, ketika muncul tampilan gambar seorang TKI asal Pusakanagara yang tewas terlentang di sebuah ruangan, dengan bercak darah dimana-mana. Berita itu diikuti dengan laporan dari pihak keluarga yang mengaku bahwa itu adalah pihak keluarganya.
Ini tak hanya terjadi sekali-dua kali sepanjang sejarah. Pada Januari hingga bulan Agustus 2019 saja, selama 8 bulan Disnakertrans Kabupaten Subang telah mencatat sudah ada 12 TKI asal Subang yang meninggal dunia saat bekerja di luar negeri. Belum lagi dari bulan September 2019 hingga kini Januari 2020.
Minimnya kesejahteraan rakyat Indonesia, membuat mereka rela mengadu nasib ke negeri orang. Para pahlawan devisa itu seolah tak memiliki pilihan lain karena sulitnya lapangan kerja di daerah tempat tinggal nya. Sehingga mereka rela melintas negara, meninggalkan anak dan keluarga demi mengumpulkan pundi-pundi rupiah dalam bayangnya. Namun nasib seseorang tak selamanya manis. Sebagian dari mereka bukannya mendapat keberuntungan, sebaliknya yang mereka dapatkan hanyalah petaka.
Seperti yang dilansir dalam wartakini.com (11/09/19), Berdasarkan keterangan Kasie Binapenta Disnakertrans Subang H.Indra Suparman,SH mengungkapkan bahwa menjadi TKI keluar negeri tetap menjadi primadona bagi warga Subang untuk mengubah nasib. Sejak 2 Januari hingga 10 september 2019, tercatat ssebanyak 4.120 warga Subang pergi mengadu nasib menjadi TKI ke luar negeri. Itu yang terdaftar, akan lebih banyak lagi angkanya jika dijumlah dengan para TKI yang berangkat secara ilegal.
Sungguh ini adalah angka yang fantastis. Angka yang seharusnya menjadi perhatian besar bagi pemerintah. Dimana pemerintah tak mampu memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya. Adapun sebagai solusi, lapangan pekerjaan juga tak bisa memberikan wadah yang cukup bagi mereka.
Disisi lain peran mereka sebagai pahlawan devisa pun tak cukup mendapat perlindungan yang aman. Tak jarang kakus pemerkosaan, penganiayaan, bahkan hingga pembunuhan terjadi menimpa mereka. Sayangnya kasus ini tetap ada dari tahun ketahun seolah tanpa evaluasi dan solusi.