Atau ucapan seperti ini: saya itu mencintai fitnah. Tentu aneh dan gempar. Ujung-ujungnya adalah ayat Quran yang mengatakan bahwa anak-istri itu bisa menjadi fitnah.
Ia cinta fitnah karena mencintai anak dan istri.
Di forum UIN Banten itu saya juga keceplosan. Dalam praktek manajemen sehari-hari terlalu banyak bawahan yang mengeluhkan atasan. Lalu menjadi tidak produktif.
Kondisi yang seperti itu harus diatasi. Bawahan harus menemukan cara untuk bisa membuat atasan mengikuti keinginan bawahan. Kalau keinginan itu baik.
Baca Juga:Dua Bulan 38 Orang Derita Demam Berdarah, 2019 Satu Orang MeninggalBUMDes Desa Rancabango Gandeng BRPIKKP untukBentuk Desa Patin
Yang perlu ditemukan adalah ‘caranya seperti apa’. Cara itu pasti bisa ditemukan –asal bawahan mengetahui kepribadian atasan.
“Kita itu lho bisa memerintah Tuhan. Mengapa tidak berhasil memerintah atasan. Memangnya atasan itu melebihi Tuhan,” kata saya.
Tentu mahasantri di situ kaget: masak manusia bisa memerintah Tuhan.
Maka saya pun minta mereka memeriksa semua kalimat dalam sebuah do’a. “Semua kalimat dalam do’a itu bentuknya pasti fi’il amr, kata perintah,” kata saya.
Misalnya: Ya Tuhan, berilah saya rezeki. Kata ‘berilah’ adalah tergolong ‘kata perintah’.
Berarti kita itu tiap hari memerintah Tuhan. Hanya bentuk perintah itu dikemas dalam kemasan do’a.
Maka semua itu soal kemasan. Untuk bisa memerintah atasan temukanlah kemasan seperti apa yang cocok.
Ini soal cara.
Adakah Prof. Yudian sudah tidak bisa lagi menemukan cara lain dalam membela Pancasila? Seperti juga Nadiem yang mungkin tidak menemukan cara selain urakan untuk mengubah kemerdekaan dalam kampus?