Siapa tahu kelembagaan baru ini menjadi tren masa depan petani kita.
Asosiasi petani organik itu memegang saham sampai 50 persen di PT Pengayom. Yang 35 persen lagi dipegang Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) Kebon Agung.
Hanjar sendiri hanya memegang saham 10 persen. Sedang yang 5 persen lagi milik Seknas BUMP.
Baca Juga:Tarjana Nataraharja Pimpinan Pemuda Panca MargaAlih Profesi Manfaatkan Lahan, Nelayan Patimban Tanam Bawang Merah
Seknas itu perserikatan mahasiswa program doktor ilmu kelembagaan Universitas 11 Maret Solo.
Awalnya –saat didirikan tahun 2009– anggotanya 18 orang. Belakangan tinggal tidak sampai separonya.
Latar belakang S-1 mereka beraneka keilmuan. Ada pertanian, akuntansi, hukum, dan banyak lagi. Ketuanya adalah Dr. (kini) Sugeng Edi Waluyo.
Mereka itu melakukan penelitian bidang kelembagaan petani. Sangat mendalam. Mereka kaji keberadaan koperasi, kelompok, asosiasi, dan apa saja yang terkait petani.
Hasil kajian itu: tidak ada lembaga tani mana pun yang bisa mengatasi problem pokok petani. Yakni: menjaga agar di musim panen harga hasil tani tidak merosot.
Dr. Edi Waluyo sendiri orang Jepara. Tapi istrinya dari desa paling pelosok Wonogiri. Masih 1 jam lagi dari Sidoharjo –ke arah Pacitan.
Ia tinggal di desa Kedungombo, Baturetno, itu. Agar terus menghayati persoalan pedesaan dan petani.
Baca Juga:Yoyoh Apresiasi Keberhasilan Pengrajin Subang yang Bisa Tembus Pasar InternasionalLongsor Nyaris Timbun SDN 1 Cipicung
Tiap masuk kerja ia harus naik mobil 2 jam ke Solo. Ia tidak menjabat apa-apa lagi di Universitas 11 Maret tapi banyak yang diurus di Solo.
Saat saya ke desanya itu terlihat rumah pedesaan yang berbentuk joglo. Itulah rumahnya.
Ia juga membangun rumah penelitian di seberang rumahnya itu. Ada kandang sapi modern, proses pengolahan kompos, instalasi biogas, dan kolam-kolam lele di atas tanah.
Kolam lelenya 8 buah. Bentuknya lingkaran-lingkaran. Garis lingkaran itu 3 meter. Dinding kolamnya plastik yang disangga kerangka besi. Setiap kolam berisi 4.000 lele.
Dari wajahnya saya mengira Dr. Edi ini seorang Tionghoa. Inilah orang Jepara yang paling mirip Tionghoa. “Saya asli Jawa,” ujarnya seusai salat Jumat dengan saya. Isteri dan anaknya pun berjilbab.
Penelitian Dr. Edi itu sampai pada kesimpulan: lembaga tani itu harus perseroan terbatas. Ia pun menyusun desertasi soal kelembagaan ini. Jadilah Edi doktor pertama di ilmu kelembagaan.