Akhirnya ia temukan Dr. Maszlee itu. Dari partainya sendiri, Pribumi Bersatu. Maszlee lulusan University of Al Bayt, Jordania. Gelar doktornya dari Durham University, Inggris.
Latar belakang seperti itu membuat Dr Maszlee mampu berbahasa Melayu, Inggris, Arab, dan Mandarin.
Program kementeriannya pun difokuskan untuk membuat Bangsa Malaysia mampu menjadi produsen –bukan hanya konsumen.
Baca Juga:Hindari Banjir, Warga Bersihkan Sampah PKL PT TaekwangPoliteknik Negeri Subang Buka Kuota 224 Mahasiswa
Tapi yang membuat heboh adalah satu ini: ia mengharuskan semua sekolah mengajarkan ‘khat’ –menulis Jawi. Yakni tulisan Arab tapi bunyinya Melayu. Seperti yang juga dipakai di Riau. Atau di pesantren-pesantren di Jawa zaman dulu: tulisannya Arab tapi bunyinya Jawa.
Yang membuat penolakan sangat luas adalah: kewajiban itu termasuk untuk sekolah berbahasa Tionghoa dan berbahasa Tamil.
Di lain pihak Dr. Maszlee tidak segera membuat keputusan soal persamaan ijazah UEC.
Pun setelah kabinet berumur 1,5 tahun. Akibatnya DAP terjepit oleh konstituennya. Yang terus menuntut ‘mana janji untuk persamaan ijazah itu’.
Pimpinan DAP meneruskan desakan itu ke pimpinan koalisi. Mahathir pun berkali-kali membahas soal ijazah itu dalam sidang kabinet.
Arahan Mahathir pun jelas: janji kampanye itu harus segera direalisasikan.
Tapi Dr Maszlee baru sebatas membentuk tim. Padahal Wakil Menteri Pendidikannya sudah dijabat seorang tokoh pendidikan Tionghoa.
Lama-lama Mahathir tidak tahan. Ia menulis surat panjang. Tujuh halaman. Kepadanya: Dr. Maszlee. Inti dari surat itu: agar Maszlee mengundurkan diri saja.
Baca Juga:Satpol PP Awasi Pedagang di Sekolah, Pelajar Wajib Bawa Bekal dari Rumah32 Kendaraan Ditilang, 28 Miras dan 1 Klip Sinte Disita
Maszlee pun mundur. Ia hanya 20 bulan menjadi Mendiknas. Mahathir pun kembali merangkap sebagai Mendiknas.
Tidak sampai dua bulan kemudian Mahathir sendiri mengundurkan diri sebagai perdana menteri.
Sejak perintah mundur itu diterima Maszlee pertikaian di internal Partai Pribumi Bersatu memuncak. Ketua umumnya, Dr. Muhyiddin Yassin, kian tidak kerasan di Koalisi Pakatan Harapan.
Muhyiddin pun mulai menyusun koalisi ‘pintu belakang’: Pakatan Nasional. Isinya: sebagian anggota DPR dari Partai Pribumi Bersatu, 11 anggota DPR dari Partai Keadilan Rakyat, anggota DPR dari Partai Islam Pas, Partai Serawak dan semua anggota DPR dari UMNO –yang kalah telak di Pemilu 2018.
Ada 11 anak buah Anwar Ibrahim yang membelot ke Pakatan Nasional. Termasuk Azmin Ali, wakil Anwar di PKR.