Hal senada disampaikan oleh Prof. Amrinsyah Nasution bahwa budaya menulis kalangan dosen di Indonesia masih sangat rendah dibandingkan dengan dosen di luar negeri. Salah satu kelemahan budaya menulis kalangan dosen di Indonesia, yakni para dosen Indonesia kurang memiliki kemampuan dalam menuangkan pikiran.
Gagasan lebih sering disampaikan secara lisan melalui seminar atau diskusi, yang seringkali tidak disertai dengan bahan tulisan. Mirisnya pula, masih ditemui dosen yang melakukan plagiat demi tuntutan kredit. Hal ini tentu memperburuk citra dosen dan perguruan tinggi itu sendiri, sementara dosen adalah salah satu indikator keberhasilan perguruan tinggi. Jika dosennya malas menulis, atau menulis asal-asalan, bagaimana dengan mahasiswanya? Bisa dipastikan mahasiswanya pun malas mengembangkan kemampuan menulisnya.
Sehingga yang terjadi adalah saat diberi tugas membuat makalah, mahasiswa cukup copas di internet. Memprihatinkan sekali bukan? Hal ini tentu menjadi tanggung jawab moril bagi seorang Dosen untuk berupaya memberikan contoh menjadi suri tauladan bagi mahasiswanya untuk menulis.
Baca Juga:Kabar Suspect Coronadi Karawang Dipastikan HoaksSangat Dibutuhkan, Masker dan Hand Sanitizer Langka di Pasaran,
Masalahnya secara teknis bahwa memang sumber daya manusia kita tidak terlatih untuk menulis. Dari kecil dibiasakan menghapal dan menghapal. Jadi budaya menulisnya masih sangat rendah. Begitu pun kemampuan berbahasanya. Oleh karena itu, perlu adanya perubahan mindset bangsa Indonesia agar lebih mencintai budaya menulis. Melihat kenyataan yang ada, budaya menulis di kalangan dosen perlu ditingkatkan. Dosen harus menulis tidak hanya sekedar pemenuhan karir saja, tapi dosen juga harus menulis buku, menulis jurnal Nasional maupun Internasional, dan dosen juga harus menulis di media massa.
Jika melihat pada tujuan lahirnya sertifikasi dosen, hal ini merupakan upaya pemerintah untuk mendorong para dosen agar menulis dan menghasilkan karya ilmiah. Jika dicermati, maka tugas menulis dan menghasilkan karya akademis juga tidak terlalu berat, terutama bagi yang terbiasa menulis baik tulisan akademis murni atau ilmiah popular. Akan tetapi bagi yang tidak terbiasa menulis, maka kewajiban tersebut bisa dirasakan berat dan memberatkan. Oleh karena itu, untuk memahami apakah menunaikan tugas menulis itu berat atau tidak, tergantung pada sudut pandangnya.