Kali ini lewat Partai Gerindra.
Sial.
Di sini pun ia mendapat nomor bawah.
Tidak terpilih.
Ia berhasil ikut menumbangkan pemerintahan yang begitu kuat tapi tidak berhasil mengangkat dirinya sendiri.
Itu tidak menyurutkan perjuangannya membela ‘wong cilik’ di Surabaya.
Toh masih ada peluang lain: Pilkada. Sholeh pun berniat menjadi calon wali kota Surabaya.
Lewat partai apa?
Tidak lewat partai apa pun. Ia mencalonkan diri melalui jalur independen. Berarti perlu banyak dukungan KTP.
Baca Juga:Dokter Roosmalia: Jaga Ketahanan TubuhAntisipasi Corona, Waspadai Kontak Langsung dan Jangan Panik
Untuk Surabaya calon independen harus didukung minimal 138.500 warga kota yang sudah punya hak pilih.
Tidak masalah baginya. Sholeh punya jaringan untuk kumpul-kumpul KTP. Yang ia sewotkan adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU) Surabaya.
“Tiba-tiba batas waktu pendaftaran dimajukan. Dari 5 Maret ke 23 Februari lalu,” ujar Sholeh.
Ia pun kelabakan. Tapi pada batas waktu itu ia berhasil menyerahkan 190.000 lembar KTP.
Berhasil?
Tidak. Hasil akhirnya sebuah kekecewaan. KPU Surabaya mencoret pencalonannya.
Setelah diversifikasi, dari 190.000 KTP tersebut hanya 96.000 yang dianggap memenuhi syarat.
Sholeh pun gagal jadi calon wali kota. Sampai batas waktu kemarin itu hanya satu calon independen yang KTP-nya cukup. Yakni pasangan Yasin – Gunawan.
Yasin juga orang Madura. Bahkan KTP-nya masih Madura.
Itu pun belum tentu lolos. Masih akan ada verifikasi tahap-tahap selanjutnya.
Sholeh sendiri masih berusaha lolos. Caranya: menggugat KPU Surabaya. Termasuk mengapa memajukan batas waktu pendaftaran.
Baca Juga:500 Personel Satgas Yonarmed 9 Dilepas ke MalutSekolah di Subang Belum Semua UNBK, UNKP Masih jadi Pilihan
Menurut Sholeh, terjadi ketidakadilan perlakuan kepada calon independen. “Calon wali kota dari partai bisa menyusulkan syarat kelengkapan. Kenapa yang independen tidak,” ujarnya.
Berarti Sholeh masih harus terus berjuang.
Sholeh sudah menjadi aktivis sejak masih menjadi santri pondok pesantren Tebuireng, Jombang. Tapi ia baru aktif di PRD setelah menjadi mahasiswa.
Sampai lah ia masuk penjara. Dengan tuduhan subversi dan makar.
“Begitu aktif di PRD saya dinilai komunis. Tebuireng ternyata bisa menghasilkan kader komunis,” guraunya.
Ia tidak takut masuk penjara. Tapi saat di penjara itulah ayah Sholeh meninggal dunia.
Yang membuat Sholeh sedih adalah ternyata ayahnya sangat sedih. Terutama saat anaknya dimasukkan penjara. Lebih sedih lagi Sholeh tidak diizinkan pulang. Tidak boleh menghadiri pemakaman ayahnya.