Menurutnyaa, kapal pukat harimau yang beroperasi di laut utara Karawang merupakan kapal yang berasal dari kawasan utara Jakarta dan Sumatera. “Biasanya mereka itu dari Cilincing sama Tanjung Priok, kadang ada yang dari Sumatera, kadang juga bilangnya dari Kalibaru,”,ucap Jasan.
Jasan menjelaskan, Pokmaswas adalah kelompok pengawas yang dibentuk dan berada langsung di bawah Dinas Perikanan dengan tugas menjadi penjaga keamanan laut dan pengatur segala sesuatu yang berurusan dengan kehidupan nelayan di wilayahnya masing-masing.
Nelayan hanya bisa pasrah
Pernah suatu ketika Jasan dan anggota Pokmaswas lainnya menindak kapal trol yang sedang mengeruk ikan, dan mengamankan alat pancing mereka, namun akhirnya Pokmaswas dilaporkan balik ke pihak berwajib dengan dalih perampasan alat pancing.
Baca Juga:Ridwan Kamil Optimis Ekonomi Jabar Mampu Bertahan Ditengah Munculnya Virus CoronaBerulang Kali DPRD Ingatkan DLHK Tentang Sampah
“Kita dulu pernah sebenernya nindak mereka, karena buat resah nelayan tradisional, kita amankan peralatan mereka, tapi malah kita yang dilaporkan dengan dalih perampasan alat pancing,” jelasnya.
Sanip, nelayan lain yang turut megeluhkan keberadaan kapal pukat harimau mengatakan, pada akhirnya para nelayan hanya bisa pasrah jika jaringnya harus hilang ikut tersapu kapal trol yang beroperasi di wilayah jaringnya.
Mengingat keadaan nelayan tradisional yang hanya menggunakan perahu kecil dengan mesin berkapasitas kecil tanpa memiliki daya dan kekuatan apa-apa.
“Akhirnya kita yang ngalah, karena mereka kan kapalnya besar, kita cuma pake perahu kecil, mau dikejar juga susah, kalau kita hadang nanti perahu kita yang hancur,” keluhnya.
Sanip juga mengatakan, ia kerap merasa takut jika harus menindak tegas kapal pukat harimau. Menurutnya, para ABK di kapal trol kerap membawa senjata tajam hingga senjata api untuk membela diri. Selain itu, kapal pukat harimau selalu beroperasi secara bersama-sama, mulai dari empat bahkan hingga sepuluh kapal sekali menjaring.
“Kita mau protes juga takut, mereka kan bawa senjata buat jaga diri, tau sendiri di laut itu kadang ada pembajak atau orang jahat lain,” katanya.
“Mereka kalau ngejaring itu rame-rame, paling sedikit empat paling banyak sampe sepuluh, jadi kita mau nindak juga takut,” sambungnya.