Menurut dia, kurang diliriknya kina sebagai komoditi utama karena beberapa faktor. Salah satunya sisi bisnis perusahaan menimbang profit budidaya kina yang tergolong lambat menghasilkan laba.
Harus melalui TBM selama 7 tahun
Berbeda dengan teh dan sawit yang relatif butuh masa Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) 3 tahun, pohon kina harus melalui TBM selama 7 tahun baru perusahaan bisa menghasilkan uang.
Faktor lain yang menurunkan minat perusahaan yaitu kalahnya pamor kina sebagai bahan obat malaria. Padahal, senyawa kina juga bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku minuman bersoda, kosmetik dan obat.
Baca Juga:Camat Sukasari Minta Kades Antisipasi Penyebaran CoronaPemerintah Desa Cigugur Masih Prioritaskan Pembangunan Infrastruktur
“Lantaran produksi yang hanya sebulan sekali, berpengaruh pada keberlangsungan ekonomi perusahaan. Bandingkan dengan zaman dulu yang karyawannya mencapai 400 orang, kini paling hanya tersisa 40 orang saja,” bebernya.
Dengan adanya wacana kina sebagai obat covid-19, Yanyan berharap, geliat budidaya pohon ini kembali bergairah. Pengelola kebun dan pabrik pengolahan kulit kina di Bukit Unggul mengaku siap mengangkat kembali pamor kina yang pernah mengangkat nama Indonesia pada zaman Hindia Belanda. “Tentunya kami sangat siap,” jelasnya.(eko/vry)