Oleh: Dahlan Iskan
Hukum melarang pengungkapan data pasien dan penyakitnya.
Itulah bunyi teks di hukum positif.
Ada apa? Apa pula konteksnya? Bolehkah kita menerjemahkan teks itu disesuaikan dengan konteksnya?
Terutama di saat wabah virus Corona Covid-19 sudah menjadi pandemik? Bahkan seandainya masih tingkat epidemik sekali pun?
Saya membaca surat edaran dari Gereja Reformed Injili Indonesia Serpong. Dekat Jakarta. Yang beredar luas di medsos. Yang memberitahukan meninggalnya pimpinan kor gereja. Akibat Covid-19. Disebut nama lengkapnya.
Baca Juga:Buruh dan Pekerja Desak DPRD Rekomendasi Hentikan Kegiatan Produksi PerusahaanDiimbau Belajar di Rumah, Siswa Malah Asik Main di TPU
Bagus sekali surat itu. Disebutkan ruang mana saja di gereja tersebut yang pernah disinggahi mendiang. Agar jemaat tahu dan hati-hati. Pihak gereja sendiri sudah melakukan pembersihan tempat-tempat tersebut sesuai dengan persyaratan kesehatan.
Saya juga menonton televisi soal Menteri Perhubungan yang terkena Covid-19. Juga tampilnya pasien No 1 dan No 2 di TV –setelah sembuh dari Covid-19.
Semua itu memberi pengaruh baik kepada publik.
Tapi orang juga bisa bingung: mana yang harus dirahasiakan dan mana yang tidak. Bisa jadi yang tampil-tampil di TV itu memang sudah mengizinkan dirinya diungkap di publik.
Atau seperti maha bintang film Tom Hanks dan isterinya yang justru berinisiatif mengakui sendiri terkena Covid-19. Lantas tiap hari menceritakan perkembangan kesehatannya. Sampai akhirnya dinyatakan sembuh.
Saya mencoba menduga: mengapa semua itu menjadi rahasia yang dijamin UU.
Mungkin saja memang ada jenis penyakit yang bisa membuat pasien malu: Sipilis, Aids, dan seterusnya.
Mungkin juga ada penyakit yang membuat penderitanya dikucilkan. Seperti Lepra.
Ada pula yang bisa berpengaruh pada keselamatan dari ancaman. Baik ancaman politik maupun bisnis.
Baca Juga:MUI: Larangan Salat Jumat Berlaku bagi yang SakitPemdes Seluruh Kabupaten Subang Imbau Percepat Pengajuan Dana Desa
Misalnya: begitu terdengar desas-desus Bung Karno lagi sakit parah maka terjadilah perebutan kekuasaan –daripada didahului lebih baik mendahului. Maka lahirlah gerakan menggulingkan Bung Karno. Terjadilah tragedi kemanusiaan terbesar dalam sejarah Indonesia modern. Di tahun 1965-1966.
Padahal mungkin saja itu terjadi justru karena sakit ginjalnya Bung Karno dirahasiakan. Yang muncul akhirnya desas-desus. Bisa dirumorkan lebih parah dari sakit aslinya. Rumor yang beredar di akhir September 1965 itu: sakitnya Bung Karno sangat parah dan kemungkinan segera meninggal.