Oleh :
1.Drs.Priyono,MSI(Dosen dan Wakil Dekan I Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta)
2.Siti Nur Aisah(Mahasiswi smt 2 F.Geografi UMS, aktivis IMM dan Penerbitan Kampus )
Dunia kita tengah digemparkan dengan penyebaran virus yang lebih sering kita dengar dengan sebutan virus corona atau Covid-19. Virus ini sejatinya sudah ditemukan tahun 1965 pada manusia yang sedang flu biasa. Hal tersebut terbukti melalui kultur organ trakea embrionik yang diperoleh dari pernafasan seseorang yang menderita flu.
Namun, sekitar akhir tahun 2019 sampai awal tahun 2020 virus tersebut muncul kembali dan berkembang dengan sangat pesat. Kota Wuhan disinyalir menjadi asal mula virus corona dan terus menyebar sampai ke seluruh dunia hingga detik ini.
Baca Juga:Pembelajaran Daring Pada Pendidikan Vokasional, Efektifkah !!Ujian Nasional Dibatalkan, Disdikbud Tunggu Surat Resmi
Virus penjelajah yang tidak mengenal batas geografi manapun hingga dari ujung dunia utara ke selatan dan dari ujung timur ke barat, dengan penyebaran yang cepat karena mobilitas manusia di era global.
Dulu menurut teori mobilitas klasik dari Wilburg Zelinsky mengatakan bahwa terjadi dinamika dalam gerak penduduk, dimulai di era pra transisi demografi, dimana manusia bergerak dalam radius yang terbatas bahkan untuk kepentingan yang terbatas pula.
Seiring perkembangan tehnologi dan pasca transisi demografi, gerak manusia menjadi penjelajah dunia sehingga dengan ini ada kaitan antara mobilitas penduduk dan penularan virus penjelajah ini.
Banyak negara yang sudah terjangkit virus ini, oleh karenanya beberapa negara pun menerapkan sistem lokcdown.
Memang akhir-akhir ini acap kali kita mendengar kata tersebut. Lockdown sendiri secara harfiah memiliki makna dikunci, maksudnya menutup akses masuk maupun keluar suatu daerah yang mengalami suatu kejadian tertentu.
Setiap Negara menerapakan kebijakan yang berbeda sesuai karakteristik bangsanya. China sangat berhasil menurunkan penderita Covid 19 dengan lockdown, begitu juga di Itali dan Negara lain seperti Malaysia.
Akan tetapi Korea Selatan, tanpa lockdown pun juga berhasil mengatasi wabah ini . Indonesia juga mengambil kebijakan phisycal distancing ( jauh jaraknya tetapi tetap dekat di hatia, bisa berkomunikasi) bukan lockdown dalam arti yang ketat.
Baca Juga:PKB-PCNU Dirikan Posko Bersama, Siapkan Masker dan Hand SanitizerDemi Cegah Corona, Warga Wanareja Diimbau Tunda Hajatan
Istilah tersebut kerap kali muncul dan bertengger di berbagai laman media masa, pasalnya saat ini dunia tengah mengalami masa pandemi penyakit akibat dari penyebaran virus corona. Sebab itu, sistem lockdown dilakukan dengan tujuan untuk mencegah penyebran virus corona yang lebih parah lagi.