NGAMPRAH-Pembangunan infrastruktur di suatu kawasan dapat berpengaruh terhadap nilai transaksi Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Seperti kehadiran mega proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung diangap memiliki potensi dalam meningkatkan nilai transaksi BPHTB di Kabupaten Bandung Barat (KBB).
Terutama peningkatan nilai transaksi itu berada di wilayah Kecamatan Cikalongwetan dan Kecamatan Cipeudeuy, dimana kedua wilayah itu menjadi salah satu kawasan pengembangan Kota Walini penunjang transit oriented development (TOD) Kereta cepat.
Kepala Bidang Pajak II (PBB dan BPHTB) pada Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) KBB, Rega Wiguna mengatakan jika nanti kawasan Walini dikembangkan dengan dibangunnya sektor pemerintahan, pusat bisnis dan pendidikan, maka potensi terhadap BPHTB juga akan semakin tinggi.
Baca Juga:Petani dan Penyuluh Pertanian Jaga Ketahanan PanganPenyedia Jasa Hiburan Pernikahan Terkena Dampak Covid-19
“Nanti akan ada Kota Walini di Cikalongwetan, tentu jika transaksi jual beli tanahnya tinggi, berdampak signifikan pada nilai BPHTB. Sekarang masih tahap pembangunan seperti TOD, nanti kalau sudah beroperasi maka akan lebih terasa peningkatan BPHTB-nya, karena akan terlihat transaksi jual beli tanahnya,” kata Rega.
Selain itu, kata dia, pertumbuhan bisnis properti yang semakin menggeliat, mulai dari pembangunan perumahan, hotel serta jual beli tanah. Bahkan, selama ini kontribusi BPHTB yang potensial berada di wilayah Lembang, Parongpong, Cisarua, Padalarang dan Ngamprah, yang didominasi dari nilai transaksi sektor perumahan dan vila.
“Saat ini masih sektor perumahan dan vila-vila untuk privasi. Kalau untuk perumahan, masih didominasi oleh Kota Baru Parahyangan karena sampai saat ini masih ada pengembangan,” ungkapnya.
Adapun, realisasi BPHTB di tahun 2019 mencapai Rp 145 miliar melebihi target yang sudah ditetapkan yakni diangka Rp 117 miliar. “Tahun ini target dinaikan diangka Rp 162 miliar. Kita optimis bisa meraih target karena potensinya ada. Catatan kami, per 23 Maret raihan BPHTB sudah mencapai angka Rp 22 miliar,” ungkapnya.
Rega menyebutkan, ada dua mekanisme dalam memeriksa dan meneliti BPHTB. Pertama, penelitian oleh petugas di kantor BPKD terhadap berkas administrasi yang masuk dari pemohon atau masyarakat. Kedua, dilakukan verifikasi ke lapangan oleh petugas untuk mendapatkan informasi mengenai Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP). “Tugas kami meneliti berkas dan verifikasi ke lapangan terhadap wajib pajak,” ujarnya.