Oleh: 1.Drs.Priyono,MSi(Dosen Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta)
2.Siti Nur Aisah( Mahasiswa Geografi UMS dan Aktivis IMM)
Badai covid-19 telah memporakporandakan segi segi kehidupan berbangsa, bernegara, bermasyarakat bahkan beragama. Sendi kehidupan yang dibangun atas nama kehidupan dan keberagamaan terusik dan jadi pongah tanpa daya.
Misalnya manusia ditakdirkan untuk saling mengenal satu sama lain yang diperintahkan oleh sang pencipta, kini harus jaga jarak fisik meskipun tetap berinteraksi social.
Manusia adalah machluk social yang ingin selalu berinteraksi untuk melestarikan kehidupannya dan sebagai khalifah di bumi dituntut untuk selalu berbuat kebaikan dengan berkomunikasi dan berinteraksi, tapi kini harus memisahkan diri, stay at home.
Baca Juga:Cerita Penyintas COVID-19 di JabarYuk, Gabung Jadi Relawan dan Berdonasi Demi Tanggulangi COVID-19 di Jabar!
Mengisolir diri untuk memutus mata rantai penyebaran virus yang mematikan. Keperkasaan manusia dengan produk tehnologi yang mutakhir yang kini digelar di permukaan bumi tak berdaya menghadapi machluk ciptakan Alloh yang tidak terlihat dengan mata dan menghabiskan nyawa sampai ribuan di pelosok dunia. Akhirnya rumahku menjadi surgaku, tempat pelindung mara bahaya.
Di tengah tengah badai corona, ada saja seorang kepala Negara yang berbuat nyentrik, bukan Donald Trump dari USA tapi Presiden Brazil yang lebih ngetramp dari Trmp yang sebenarnya.
Dia adalah Bolsonaro, yang terus keliling Negara dan menyerukan agar rakyatnya terus bekerja, jangan lockdown, jangan lakukan social and physical diatancing jika agar ekonomi tidak runtuh.
Sampai kemarin dia tetap berkampanye bahwa urusan corona lebih kecil dari flu. Semua orang bisa mati, itu urusan Tuhan biarpun yang terkena virus ini telah mencapai 4.500 dan meninggal sudah 140 orang.
Ada saja perilaku presiden dunia yang nyentrik. Tapi ketika data korban meninggal bertambah, maka Trump pun berfikir ulang tentang kebijakan corona tidak seperti Bolsonaro.
Mungkin amat berbeda hiruk pikuk pemberitaan tentang virus corona, jika ini peristiwa terjadi di era 90 an dimana tehnologi komunikasi dan informasi masih sederhana.
Kini kita menyaksikan seluruh media informasi penuh dengan pemberitaan yang masif tentang korban yang terkapar akibat dahsyatnya serangan virus corona dan segala daya upaya kita kerahkan untuk mencegah atau memusnahkan corona.