Oleh
1.Drs.Priyono,MSi(Dosen dan Wakil Dekan I F.Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta=UMS)
2. Khusna Furoida(Mhs Berprestasi F.Geografi UMS Tahun 2019)
Sejak diumumkan adanya virus corona masuk Indonesia di awal bulan Maret tahun 2020, beberapa orang dan lembaga terkait memulai aksinya dalam Work From Home (WFH) atau bekerja dari rumah sampai muncul tagar yaitu #Di rumah Aja.
Mulai dari instansi pemerintah, instansi pendidikan, industri, dan lain-lain sudah menerapkan sistem tersebut sejak Maret 2020.
Baca Juga:Prihatin 25 Dokter Meninggal Terpapar Covid-19, IDI Subang Mendesak Pengadaan APDCegah Covid-19, Linda Megawati Lakukan Penyemprotan Disinfektan
Tak luput juga oleh perguruan tinggi dengan kebijakan #Di rumah Aja yang membuat aktivitas perkuliahan terhenti dan digantikan dengan sistem online.
Tentunya banyak sekali hal positif dan negatif yang dirasakan baik oleh dosen maupun mahasiswa dalam sistem online tersebut. Mahasiswa yang sudah terlanjur pulang kampung harus berusaha tetap ‘stay on’ terkait materi dan tugas meskipun terkendala sinyal, kuota untuk internet, dan lain-lain. Begitu pula oleh dosen, terutama yang senior, yang mau tidak mau harus belajar bagaimana menggunakan sistem online sebagai media pembelajaran.
Berbagai aplikasi pembelajaran dengan sistem online sudah tersedia, tinggal kita memilih aplikasi yang relevan dengan jenis materi, tinggal memilihnya dan kuota sdh disubsidi oleh Institusi bagi yang mampu, tinggal persoalan sinyal di daerah masing masing. Sebaiknya ada uji coba kemudian dievaluasi untuk menentukan jenis aplikasi yang sesuai. Misalnya PBM online dengan zoom, ini evaluasinya: Apa anda merasa puas dengan kuliah online dengan zoom, maka jawabnya, dari 72 mhs peserta Sbb
1.Puas dan sangat puas : 62 persen
2.Cukup puas :32 persen
3.Tidak puas dan kurang puas : 5,6 persen
Masalah lain yang timbul tidak hanya sampai di situ saja, tetapi beberapa perguruan tinggi dalam kalender akademiknya sudah menjadwalkan untuk diadakannya Ujian Tengah Semester (UTS) pada bulan Maret-April. Sistem UTS yang terbiasa dengan ‘di ruang’ atau sedikit ‘take home’ kini sepenuhnya take home. Baik buruk dari sistem take home dengan e-UTS juga dapat dirasakan oleh dosen maupun mahasiswa.
Akhirnya ada pergeseran dari tipe soal atau tes yang semula berbasis konsep sampai analisis, kini diseragamkan dengan bentuk take home, sehingga lebih banyak berbasis penalaran atau bisa juga disodori sebuah kasus kemudian mahasiswa diminta untuk mendiskripsikan sampai mengatasi persoalan di wilayah tersebut. Andaikan soalnya berbentuk multiple choice maka harus berbasis penalarana.