Oleh: Ammylia Rostikasari, S.S.
(Komunitas Penulis Bela Islam)
Memiliki keluarga ideal adalah dambaan setiap manusia. Keluarga yang harmonis, yang mampu melahirkan generasi ideologis. Semua tidak didapat secara instant, tentu butuh perjuangan yang panjang juga berliku. Sebab itu, upaya keras untuk merealisasikan ketahanan keluarga merupakan sebuah keniscayaan dari pembangunan sebuah bangsa.
Hanya saja, dalam bahasan ketahanan keluarga pun, kita mestilah menentukan tipikal ketahanan keluarga seperti apa yang mesti direalisasikan sebuah bangsa. Mengingat hal demikian akan sangat bergantung dengan sebuah pandangan hidup yang dianut dan nilai-nilai yang diadopsi oleh masyarakatnya.
Baru-baru ini pun, di negeri yang penduduknya mayoritas Muslim tengah berkecamuk perdebatan sengit mengenai pengajuan draft RUU Ketahanan Keluarga (RUU KK), tertanggal 7 Februari 2020. Layaknya media dalam kebebasan pers, mengangkat berita ini dari pihak yang menentang pengusulan RUU ini.
Pihak Legislatif pun saat ini berada di tahap awal pembahasan RUU Ketahanan Keluarga, meski telah masuk daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2020. Adapun tujuan dari RUU ini, satu di antaranya ialah mengoptimalkan fungsi keluarga dalam mendidik, mengasuh, mendampingi tumbuh kembang, menempa nilai-nilai religi serta moral juga membentuk kepribadian dan karakter anak.
Baca Juga:PSBB Bodebek Disetujui, Ridwan Kamil Koordinasi dengan Lima Kepala Daerah dan ForkopimdaHasil Rapid Test 1.774 ODP, Sebanyak 13 Warga Subang Dinyatakan Positif
Dari pihak pengusung, RUU KK disusun sebagai reaksi dari tingginya angka kegagalan keluarga yang terjadi di negeri ini. Tercatat dalam data dari Laporan Mahkamah Agung pada 2019, hakim di Pengadilan Agama telah mengetuk palu perceraian sejumlah 485. 223 pasangan di seluruh Indonesia. Ini sungguh angka yang begitu fantastis. Terhitung dalam kurun 1 tahun ada sekitar setengah juta keluarga yang mengalami kegagalan dalam membina rumah tangga.
Adapun indikator kehancuran biduk rumah tangga tercermin dari melambungnya kasus kekerasan pada anak dari hari ke hari. Merasa prihatin atas kasus tersebut, sudah pasti dibutuhkan langkah sistematis dari seluruh pihak untuk berpartisipasi memberikan dukungan dan solusi bagi keluarga Indonesia agar dapat berkembang mandiri.
Seribu sayang, di tengah serangan pemikiran liberal di semua aspek kehidupan, upaya untuk memperbaiki ketahanan keluarga justru ditentang keras sejak masih embrio. Para penentang RUU KK seolah diblow up lebih keras. Mereka mengumbar jargon “Haram Negara Mencampuri Urusan Privat”. Namun, sesungguhnya yang mereka suarakan tak lain menentang aturan agama untuk mampu menjadi landasan regulasi.