By Kanti Rahmillah, M.Si
Usaha untuk menekan laju penyebaran Covid 19, dengan meliburkan sekolah, nampaknya tak berjalan mulus. Pasalnya, masih banyak anak sekolah yang berkeliaran di jalan, nongkrong-nongkrong di jalanan dan berkumpul di warung game online. Kafe-kafe pun masih penuh dengan kerumunan anak-anak muda.
Sejumlah pelajar didapati tengah bermain game online di sebuah warnet yang terjaring Pihak Kepolisan Resort (Polres) Purwakrta yang sedang melakukan Kegiatan Kepolisan Rutin Ditingkatkan (KRYD), pada Selasa (24/3) petang. (radarkarawang.id 26/03).
Hal demikian terjadi selain karena kurangnya eduksi dari pihak sekolah terkait dengan kondisi saat ini. Juga karena ketidaksiapan pemerintah dan pihak sekolah dalam menyiapkan pembelajaran dari rumah. Misal saja, para guru yang kesulitan dengan metode belajar jarak jauh ini. Bagaimana bisa anak-anak belajar dengan nyaman, jika gurunya pun masih kesulitan. Atau agar lebih mudah, akhirnya diberikan banyak tugas yang menyebabkan tingkat stress pada anak meningkat.
Baca Juga:Fraksi PAN: Masyarakat Sudah Kesulitan, Segera Realisasikan Bantuan!Presiden, Menteri dan Kepala Daerah Tidak Akan Mendapat THR
Selain ketidaksiapan pemerintah dan sekolah, yang harus juga kita soroti adalah peran orang tua, khusunya para ibu. Para ibu lebih tidak siap menerima kondisi seperti ini. Hingga banyak pemberitaan para ibu stress dalam membimbing anak-anaknya belajar. Selain gagap teknologi, para ibu pun terbiasa menyerahkan anak-anaknya pada sekolah. Mereka tak terbiasa untuk ikut andil dalam proses belajar anak.
Rumah tak berfungsi sebagai Home Education, yaitu rumah tempat para pembelajar. Rumah yang didalamya penuh dengan didikan dari orang-orang terdekat anak-anaknya. Realitasnya, Jangankan menjadi teladan bagi para anak, orang tua malah sibuk dengan urusannya masing-masing. Rumah pun ibarat terminal, hanya menjadi tempat semua penghuni untuk istirahat.
Para ibu terbiasa ikut membantu perekonomian keluarga. Keluar bersama ayah untuk bekerja, entah itu tuntutan ekonomi ataupun tuntutan karir. Wajar akhirnya gagap saat diharuskan mengasuh anak-anak di rumah. Hal demikian menjadi kritik keras terhadap Ide kesetaraan gender yang memalingkan fungsi keibuan yang sebenarnya.
Para ibu dicekoki dogma bahwa seorang ibu yang berdaya adalah dia yang mampu menghasilkan materi. Keluar bersama para laki-laki untuk mensejajarkan status social mereka, yaitu sama-sama produktif. Peran pemberdayaan perempuan dalam memajukan ekonomi keluarga dan bangsa telah terbukti menjadikan mereka tak siap dengan permasalahan anak. Padahal, kunci keberhasilan belajar di rumah faktor terbesarnya adalah kesiapan ibu yang secara langsung membimbing ananda.