KANG Maman datang agak telat di suatu acara pengajian. Terlihat olehnya banyaknya kursi yang berjejer tapi hanya sedikit jamaah yang hadir.
Budaya telat, atau jam karet, ternyata mewabah begitu dahsyat di bangsa ini. Ter masuk kalangan kiai yang selalu menekankan shalat tepat waktu. Inna sholata kanat alal mu’minina kitábam-mauquta. Begitu keringnya shalat ini bila tidak tercermin dalam prilaku keseharian.
Bahkan beberapa mubaligh kondang seolah bangga bila datang terlambat, dan merasa jumawa saat umat menunggu gelisah kedatangannya. Mereka berpikir, “Semakin telat, semakin dahsyat.”
Baca Juga:Klinik Diduga Tidak Memiliki Pengelolaan Limbah B3BPJS Kesehatan Mudahkan Peserta Bayar Online
Shohibul-bait berkata, “Maaf, Kang jamaah lama menunggu, Karena tidak sabar, mereka pulang. Jadi yang tersisa hanya sedikit.”
“Oh, nggak apa-apa, saya yang salah, kok,” jawab Kang Maman agak arif (kata arif bisa bermakna balapan, bisa juga ngantuk).
“Lagipula, untuk ukuran pengajian yang begini larut malam, jamaah ini sangat banyak,” ia menambahkan, “Soal kursi yang kosong, ini bukan jamaah yang sedikit, tapi kursinya kebanyakan.”
TIP 3: KETEPATAN WAKTU
• Al-waktu kas-saifi, idza lam taqtulhu yaqtulka, waktu ibarat pedang, bila kamu tidak bisa mengunakannya maka ia akan membunuhmu.
• Berkatalah dengan perbuatan, jangan hanya berbuat dengan perkataan.
• Mintalah kepada asisten atau supir pribadi agar ia mengingatkan janji-janji.
IBRAH
Saat menunggu buka puasa, sebuah keluarga telah siap di depan meja dengan hidangan komplit. Tiba-tiba terdengar suara, “Dug, dug, dug….”
Mereka dengan bernafsu menghabiskan semua makanan. Lima menit kemudian, terdengarlah suara adzan di masjid. Semua terkejut karena buka sebelum waktunya, ditambah kemunculan si bungsu (anak terkecil) yang mengaduh kesakitan karena terjatuh dari ranjang.