Baiklah, dalam tulisan saya kali ini saya tidak perlu panjang lebar membahas topik mengenai mudik dan pulang kampung ini dari sudut pandang bahasa, karena di media sosial sudah banyak muncul ahli bahasa dadakan yang bermunculan. Sebagai penyintas ilmu geografi maka saya punya sudut pandang sendiri terhadap topik ini.
Dalam upaya mencegah penyebaran virus corona, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mulai menggunakan istilah physical distancing atau jarak fisik sebagai cara untuk menghindari penyebaran virus corona lebih luas. Berbagai kebijakan pun dilakukan oleh setiap negara yang mengonfirmasi Covid-19 di negaranya, mulai dari penutupan bandara hingga pemberlakuan pembatasan terhadap mobilitas warganya. Untuk Indonesia sendiri, sehubungan dengan pandemic covid-19 yang bertepatan dengan datangnya bulan suci ramadhan dan hari raya Idul Fitri, mau tidak mau pemerintah harus mengambil tindakan untuk mencegah mobilitas musiman yang rutin terjadi setiap tahun ini, salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah adalah memberlakukan larangan mudik.
Kembali ke pernyataan Presiden jokowi tentang mudik dan pulang kampung. Sebenarnya masyarakat tidak perlu terjebak dengan perdebatan istilah dan ramai-ramai membahas perbedaan antara mudik dan pulang kampung. Sebab istilah tersebut sudah tercantum dengan jelas di dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Maka, yang terpenting harus kita kaji adalah pemahaman dan pendekatan terhadap pelaku mudik atau pulang kampung. Siapa pelaku mudik/pulang kampung dan seberapa perlukah mereka mudik/pulang kampung?
Baca Juga:Proyek Belajar dan Berkarya di Rumah Melawan Covid-19Kecamatan Wanayasa Mulai Salurkan BLT dari Dana Desa
Menurut Prof. Ida Bagoes Mantra, Ph.D bahwa dilihat dari ada dan tidaknya niatan untuk menetap di daerah tujuan, mobilitas penduduk dibagi menjadi dua, yaitu mobilitas penduduk permanen atau migrasi dan mobilitas penduduk non-permanen. Mobilitas permanen adalah gerak penduduk yang melintas batas daerah asal menuju ke daerah tujuan dengan ada niatan menetap di daerah tujuan.
Sebaliknya, mobilitas penduduk nonpermanen adalah gerak penduduk dari suatu wilayah lain dengan tidak ada niatan untuk menetap. Pelaku mobilitas permanen ke Jakarta adalah penduduk yang memiliki tujuan jelas untuk tinggal di kota serta didukung oleh kemampuan ekonomi yang mapan, cenderung stabil dan teratur. Mereka bisa memenuhi kebutuhan dan pengeluaran sehari-hari. Selain itu, pelaku mobilitas permanen ini adalah mereka yang telah lama tinggal di kota dan walaupun secara ekonomi tidak mapan tetapi mereka memiliki tempat tinggal yang menetap di Jakarta. Kedua kelompok masyarakat ini memiliki tidak memiliki keterikatan yang besar lagi dengan kampung halamannya, sebab keluarga inti mereka ikut tinggal di Jakarta. Sedangkan, gerak penduduk yang nonpermanen (sirkulasi, circulation) ini dapat pula dibagi menjadi dua yaitu ulang alik (Jawa = Nlaju, Inggris = commuting) dan menginap atau mondok di daerah tujuan. Ulang alik adalah gerak penduduk penduduk dari daerah asal menuju ke daerah tujuan dalam batas tertententu pada hari itu juga.