Dia mengaku, dengan berbagai kebijakan tersebut seolah-olah diadu domba antara Pemerintah Desa dengan warganya sendiri.
Kepala Bidang Pemberdayaan Sosial Dinas Sosial Kabupaten Subang, Saeful Arifin mewakili Kepala Dinas Sosial, angkat bicara terkait kisruhnya Bansos Gubernur Provinsi Jawa Barat, di Kabupaten Subang.
Pada kesempatan tersebut, dia menjelaskan jika data yang digunakan untuk kepentingan pembagian Bansos Gubernur Jabar yang sejak hari minggu dibagikan di Subang oleh Pak Pos dan Ojol, menggunakan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), yang bersumber di Pusdatim. “Jadi kita hanya menerima dari pusat. Sebab, DTKS itu adanya memang dari pusat. Sementara yang Non DTKS itu, yang di data oleh RT/RW dan atau desa, realisasinya memang belum,” jelasnya.
Baca Juga:Salut! Peduli Pencegahan Covid-19, Bank BJB Beri Bantuan APD Senilai Rp156 Juta8.746 TKI asal Subang Dipastikan Tidak Bisa Pulang ke Tanah Air
Saeful mengungkapkan, jika setiap pintu bantuan, memiliki perbedaan jenis. Beda nilai, juga beda waktu pemberian, sehingga dia meminta kepada masyarakat untuk tidak gaduh lagi terkait bantuan, hanya tinggal menunggu realisasinya saja.
“Kemarin dari Bansos Banprov bersumber dari DTKS. Sedangkan untuk bantuan dari kabupaten, kita masih menunggu persetujuan pusat. Data sementara, kita ajukan 75 ribu KK non DTKS ke provinsi dan sekitar seratus ribu KK dari nasional. Nanti kita tunggu diterimanya berapa, belum final datanya, karena masih banyak ketidaksinkronan NIK. Semua data berbasis NIK,” tambahnya.
Sementara itu, Lurah Pasirkareumbi, Jaja angkat bicara terkait ditolaknya beberapa bantuan sosial dari Provinsi Jabar di Kelurahan Pasirkareumbi. Menurutnya, bukan warga tidak mau menerima bantuan tersebut, melainkan pengurus RW dan RT merasa diadu domba, oleh Pemprov Jabar.
“Sekarang bagini, yang kasihan itu para RW atau RT, mereka mendata, datanya tidak terpakai. Betul sekarang bantuan itu adanya beberapa pintu bahkan sampai 7 atau 9, ketika masyarakat nanya, jangankan RT atau RW, saya juga gak bisa jelaskan, karena belum ada juknis tertulisnya,” jelas Jaja.
Dia tidak mau jika harus menjelaskan tapi realisasinya tidak ada, bantuan sosial provinsi Jabar menurut Jaja, sangat tidak komunikatif, segingga pihaknya hanya dijadikan penonton saja, namun ketika gelombang protes datang dari masyarakat, malah pihaknya lagi yang kena sasaran.