Di dalamnya harus ada pembinaan kepada para napi agar mampu meningkatkan rasa takut kepada Allah dan memperkuat ketakwaan. Diberikan hak hidup sesuai syariat misalnya makanan yang layak, tempat tidur yang terpisah, serta kamar mandi yang tetap melindungi aurat dan menjaga pergaulan antarnapi.
Bahkan di masa Khalifah Harun al-Rasyid, para napi dibuatkan pakaian secara khusus. Jika musim panas tiba, dipakaikan pakaian yang terbuat dari katun, sedangkan pada musim dingin dibuatkan pakaian dari wol. Dan secara berkala, kesehatan para napi diperiksa. Hal-hal semacam ini diperbolehkan.
Jika kondisinya seperti di atas, barulah dapat disebut sebagai kebijakan yang manusiawi. Membina napi dengan sepenuh hati, setelah bebas dari penjara, ia kembali menjadi masyarakat yang dapat bermanfaat untuk agamanya dan sesama manusia. Takkan ada kejahatan yang terulang lagi.
Baca Juga:Kades Jalancagak Tak Ralat Pernyataannya, Hanya Permohonan Maaf Atas Bahasa yang Kurang SopanSalut! Peduli Pencegahan Covid-19, Bank BJB Beri Bantuan APD Senilai Rp156 Juta
Sementara negara – lewat pemimpinnya saat ini tak benar-benar memikirkan apa yang terbaik bagi rakyatnya. Mereka mengkhianavti amanah rakyat. Kekuasaan yang diberikan pada mereka bukan perkara main-main. Seharusnya mereka mengingat sabda Rasulullah saw,
“Bagi setiap pengkhianat ada bendera di hari kiamat, ia akan diangkat sesuai kadar pengkhianatannya. Ketahuilah tidak ada pengkhianat yang lebih besar pengkhianatannya dari pemimpin masyarakat umum.” (HR Muslim).
Jangan korbankan keamanan rakyat demi kepentingan tertentu. Rakyat terus menerus hidup dalam kesulitan, sudah hidup tak tenang karena penyebaran virus jangan ditambah lagi dengan kejahatan ulah napi yang dibebaskan. Semakin jelas melihat bobroknya sistem kapitalisme yang dianut negeri ini. Yaitu ketidakmampuan negara mengurusi rakyat serta menjamin rasa aman dalam setiap kondisi.
Apalagi dalam kondisi di tengah wabah. Setelah rakyat diminta jaga diri sendiri dari penyebaran virus, kini juga menjaga diri sendiri dari tindakan kriminal ulah napi yang dibebaskan. (*)