Dalam catatan penulis, sejak tahun 2012 setiap Bulan Ramadhan pendidikan keagamaan diniyah sudah diterapkan di semua jenjang pendidikan di Aceh kecuali peserta didik kelas satu, dua dan tiga SD dimana peserta didik disajikan materi selama 2 pekan (15 hari) yang dibagi dalam dua sesi. Sesi pertama materi mata pelajaran sesuai dengan jenjang pendidikan dan sesi kedua materi keagamaan. Muatan materi keagamaan mencakup tiga bidang ilmu yaitu Fiqih, Tauhid, Tasauf. Ketiga bidang ilmu ini lebih poluler dikenal dikalangan masyarakat di Serambi Mekkah dengan sebutan Tastafi (Tasauf, Tauhid, Fiqih). Materi di sesi pertama diisi oleh guru mata pelajaran masing-masing, sedangkan untuk sesi kedua diisi oleh Guru PAI dan Guru Dayah Salafi.
Pelaksnanaan pendidikan Ramadhan tahun ini tetap dilaksanankan sesuai dengan arahan dan panduan Kepala Dinas Pendidikan Aceh nomor 423.7/B/3912/2020 tanggal 23 April 2020. Kepala Dinas Pendidikan Aceh, Drs.Rachmat Fitri HD, MPA menyampaikan bahwa pendidikan ramadhan tahun ini lebih diprioritaskan pada muatan lokal sebagai materi utama dalam ruang lingkup keagamaan (Fiqih, Aqidah, Akhlak, Qur’an, Hadits, SKI, dan/atau Bahasa Arab). Materi ruang lingkup keagamaan di atas adalah bagian dari tastafi dimana ada Ilmu Tauhid untuk bertugas membahas soal-soal i’tiqad, seperti i’tiqad mengenai ke-Tuhanan, ke-Rasulan, hari akhirat, Qadha dan Qadar, kemudian Ilmu Fiqih bertugas membahas soal-soal ibadat dhahiriyah, seperti sholat, puasa, zakat, naik haji dan Ilmu Tasawuf bertugas membahas soal-soal yang berkaitan dengan akhlak dan budi pekerti, berkaitan dengan hati, yaitu cara-cara ikhlas, khusyu, tawadhu, muraqabah, mujahadah, sabar, ridha. Ketiga ilmu ini kita ibaratkan seperti tanah, tanaman dan pagar.
Mengutip perkataan Imam Malik yang menyebutkan Barang siapa yang mempelajari tasawuf tanpa mempelajari fikih maka ia zindik. Barang siapa yang mempelajari fikih tanpa mempelajari tasawuf maka ia fasik. Dan barang siapa yang mempelajari kedua-duanya maka ia telah menguatkan agamanya. Syaikh Muhammad Fathurahman ra. menjelaskan tentang ungkapan di atas, mengapa hanya disebutkan ilmu Fiqih dan Tasawuf dan tidak disebutkan ilmu Tauhid? Ilmu Tauhid dan Tasawuf tidak bisa dipisahkan, seperti isi dan tempatnya. Dalam agama ada dua wilayah, yakni lahir dan batin. Ilmu fikih merupakan ranah keilmuan fisik, sedangkan kesatuan Tauhid dan Tasawuf berada di ranah keilmuan batin. Sementara Tauhid wilayahnya hanya pada rukun agama yang enam, sedangkan Tasawuf yang memiliki obyek kajian hati akan berkembang ketika hati merasakan Ilahiyyah. Muncullah berbagai nuansa hati yang beraneka ragam, seperti khusyu’, mahabbah, tawakal dan qana’ah.Apabila Aqidah berada pada ruang lingkup iman (percaya), maka Tasawuf-lah yang merasakannya. Oleh karenanya, berbicara tasawuf yang haq sudah termasuk wilayah Aqidah.