Ketika ilmu tasawuf telah terpatri dalam sanubari peserta didik, maka tugas-tugas belajar dengan metode BDR yang kita harapkan dikerjakan dengan penuh kejujuran dan keikhlasan akan dapat terwujud. Kita tanamkan sikap kejujuran sebagai bagian dari tasawuf menjadi sumber kekuatan dan pangkal semua perbuatan manusia serta bukti keimanan seorang muslim selain taqwa kepada Allah. Rasulullah SAW saja tidak mengakui manusia pembohong sebagai ummatnya. Rasulullah bersabda: “Kamu sekalian wajib jujur karena kejujuran akan membawa kepada kebaikan dan kebaikan akan membawa kepada surga” (HR Ahmad, Muslim, at-Turmuzi, Ibnu Hibban). Ini sikap utama yang harus ditanamkan kepada peserta didik, agar dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran BDR harus ditekankan bahwa kejujuran sebagai pembawa keselamatan. Di sinilah urgensinya kejujuran bagi kehidupan. Rasulullah pernah bersabda: “Tetap berpegang eratlah pada kejujuran. Walau kamu seakan melihat kehancuran dalam berpegang teguh pada kejujuran, tapi yakinlah bahwa di dalam kejujuran itu terdapat keselamatan” (HR Abu Dunya). Ada tiga tingkatan kejujuran: Pertama, kejujuran dalam ucapan, yaitu kesesuaian ucapan dengan realitas. (Qs : ash-Shaff 61: 2 dan al-Ahzab 33: 70). Kedua, kejujuran dalam perbuatan, yaitu kesesuaian antara ucapan dan perbuatan. Ketiga, kejujuran dalam niat, yaitu kejujuran tingkat tinggi di mana ucapan dan perbuatan semuanya hanya untuk Allah SWT. Kalau kejujuran telah terpatri dalam setiap gerak gerik siswa, maka Aplikasi PBM daring apapun yang dipakai guru tidak menjadi kendala. Modal utamanya adalah kejujuran dan keikhlasan dalam belajar, sehingga peserta didik tidak merasa terbebani dengan model pembelajaran BDR yang saat ini telah berlangsung.
Covid-19 dalam perspektif Islam
Pelaksanaan Pendidikan Ramadhan di tengah Pandemi Covid-19 di Bumi Serambi Mekkah adalah suatu keniscayaan, mengingat generasi muda Islam yang saat ini seharusnya sedang duduk bersama teman-teman dan gurunya dalam memperdalam dan mengkaji ilmu pengetahuan keagamaan, terbendung oleh sebuah bencana yang dalam perpektif Islam dapat dimaknai sebagai sebuah musibah yang bisa menimpa siapa saja, kapan dan dimana saja. Musibah adalah keniscayaan yang harus dihadapi oleh setiap manusia. Sebagaimana Allah tegaskan dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 155, yang artinya :” Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”.