Beragam ekspresi dan tanggapan yang bermunculan di medsos tentang “enaknya” belajar di sekolah dan “tidak enaknya” belajar atau bekerja dari rumah adalah bentuk luapan perasaan yang disampaikan baik oleh siswa, orang tua, maupun guru. Hal yang paling menyentuh adalah banyaknya keluhan yang muncul akibat siswa kelebihan beban belajar – khususnya melalui tugas – yang diterima dari belasan guru setiap pekan. Keluhan lainnya adalah beban biaya yang ditanggung orang tua siswa menjadi lebih besar karena harus menyediakan kuota internet untuk anak-anaknya.
Terdapat pula ekspresi yang menampilkan orang tua siswa yang kewalahan mendampingi anaknya belajar yang ternyata tidak mudah. Juga bermunculan tanggapan siswa betapa mereka ingin kembali sekolah karena merasa bosan di rumah. Mereka mengekspresikan perasaan melalui video, pantun, dan cerita yang mengungkapkan kerinduan terhadap teman, guru serta suasana sekolahnya.
Beragam keluhan itu menjadi pembenaran atas keniscayaan peran guru dan sekolah yang tidak bisa dinafikkan. Guru tetap akan dibutuhkan sepanjang sejarah umat manusia walau secanggih apapun kemajuan teknologi.
Walau bagaimanapun canggihnya teknologi, tetap saja kecanggihan itu tidak bisa mendidik karakter karena karakter harus dibentuk dengan pengalaman dan keteladanan dari guru.
Baca Juga:Budayakan Membaca, karena Membaca itu IbadahAlhamdulillah! Satu Pasien Covid-19 Asal Subang di RSHS Sembuh
Seperti ungkapan Bahasa Jawa yang mengatakan bahwa Guru itu singkatan dari “digugu” dan “ditiru”. Guru itu digugu (dipercaya) dan ditiru (diteladani) maka sosok seorang guru baik di sekolah maupun di rumah dan lingkungan masyarakatnya harus menjadi orang baik.
Seorang guru segala tindak tanduknya akan ditiru, terutama oleh siswa-siswanya. Saat guru bertemu dengan murid di dunia nyata saat itulah transfer karakter mulia itu terjadi. Namun transfer karekter mulia itu kini sulit terjadi karena guru dan murid terpisah oleh kondisi wabah Covid-19.
Kerinduan guru mengajar di dunia maya ini hanya akan terobati jika pandemi ini berlalu dan sekolah dibuka kembali. Kini, biarlah kerinduan itu mengendap terlebih dahulu.
Pada saatnya nanti, ketika semua sudah aman dari virus corona, barulah kerinduan yang menjadi wujud rasa cinta itu diluapkan sepuasnya. (*)