Eksploitasi SDA tidak hanya terjadi pada hutan hutan saja namun terdapat juga ekspoitasi di lautan. Bertambahnya permintaan ikan hias mapupun ikan utuk dikonsumsi juga menyebabkan para nelayan menggunakan segala cara tanpa memikirkan dampak di tahun mendatang. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan semakin tinggi permintaan ikan karang, akan memberi tekanan lebih tinggi kepada ekosistem terumbu karang, jika itu terjadi terus menerus maka ekosistem terumbu karang terancam akan mengalami kerusakan.
Penangkapan ikan dengan menggunakan alat alat seperti bom atau yang lainnya semakin mengancam kerusakan karang di lautan.
Ekosistem Terumbu Karang sendiri merupakan asset untuk masa yang akan datang, sama halnya dengan hutan hujan di daratan. Terumbu Karang dapat digunakan sebagai gudang persediaan makanan, bahan obat untuk manusia. Ekosistem Terumbu Karang sebagai tempat tinggal ribuan binatang maupun tumbuhan bawah laut yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Banyak juga biota laut yang hampir punah diambil untuk dijadikan cinderamata hal ini dilakukan juga semata mata hanya karena kepentingan sepihak saja dengan tidak memikirkan bagaimana anak anak dimasa mendatang yang akan menanggung semua dampaknya.
Baca Juga:Hagia Sophia, Bangunan Megah Berusia 1.400 Tahun Saksi Kejayaan Bizantium dan Kekaisaran UtsmaniSubang PSBB Total atau Parsial? Empat Kecamatan Masuk Zona Merah Covid-19
Manusia harus bijak dalam mengatur dan mengelola kekayaan supaya tidak terjadi ketidakseimbangan pada alam.
Keserakahan adalah sifat manusia bila dibiarkan akan menimbulkan kerugian untuk manusia itu sendiri. Ada pepatah dari Suku Indian “Bila pohon terakhir telah ditebang, tetes air terakhir telah tercemar, dan ikan terakhir telah ditangkap, barulah manusia sadar bahwa uang tidak bisa dimakan” Mari bersama sama menjaga Bumi kita, menjaga tempat tinggal kita, menjaga Lingkungan kita, kalau bukan kita siapa lagi? Kalua tidak sekarang kapan lagi? (*)