Walaupun sudah ada himbaun seperti itu, namun ternyata masih banyak instansi yang memerintahkan karyawannya tetap masuk bekerja, meskipun sebagian di antaranya hanya sebatas piket bergilir.
Masih banyak yang beranggapan menjalankan aktifitas ekonomi lebih diutamakan daripada melakukan mitigasi, membatasi penyebaran wabah penyakit tersebut. Kebijakan mitigasi lockdown sudah banyak diterapkan di berbagai tempat, tetapi ternyata keramaian di berbagai lokasi masih sangat kentara. Kemudian pemerintah mengambil jalan kompromi, boleh keluar rumah, tetapi tetap harus mengikuti protokol kesehatan. Sesuai rekomendasi WHO, setiap orang yang keluar rumah harus memakai masker. Bahkan bagi pengendara sepeda motor ditambah harus memakai kaos tangan dan tidak boleh berboncengan.
Sedang untuk kendaraan roda empat, jumlah penumpang yang bisa diangkut hanya 50% dari daya tampung kendaraan tersebut. Lagi-lagi di lapangan masih banyak ditemukan pelanggaran. Mitigasi di tingkat warga masih belum bisa berjalan sebagaimana mestinya. Akibatnya jumlah penderita penyakit Covid-19 semakin meningkat.
Baca Juga:Utang BesarBosan Dirumah?, Indonesia Terserah!
Pemerintah tidak jera melakukan upaya mitigasi untuk memutus mata rantai penyebaran virus yang mudah meluas secara spasial itu. Selama bekerja di rumah, Aparat Sipil Negara (ASN) dilarang mudik. Dan ketika hari libur tanggal 10 hinggal 12 April, para ASN tetap harus berada di rumah. Kemudian pemerintah memberlakukan larangan mudik bagi setiap warga yang berlaku mulai tanggal 24 April pukul 00.00 menyusul diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta dan berbagai daerah lainnya. Suatu upaya memitigasi untuk menekan korban dari wabah penyakit itu.Apakah tindakan ini diimbangi warga juga untuk memitigasi diri?
Rasa jenuh di rumah saja, tidak bisa bekerja, tidak memperoleh penghasilan, tidak bebas memperoleh bahan makanan, serta ingin berkumpul dengan sanak keluarga di kampung, di samping gangguan keamanan pasca dibebaskannya beberapa warga binaan dari Lapas mendorong para perantau di wilayah Jabodetabek dan kota-ko-ta besar lainnya nekat mudik walau sudah ada larangan. Dari berita media telivisi, pemudik ada yang naik sepeda motor walau kemudian disuruh putar balik oleh petugas. Tidak kurang akal, para pemudik ke-mudian menumpang truk bersama keluarga dan sepedanya. Bahkan ada satu keluarga berada dalam kendaraan minibus mereka yang diangkut oleh truk. Usaha mereka sia sia lantaran petugas menurunkan mereka dan menyuruh kembali ke Jakarta.