Oleh : Yanyan Supiyanti, A.Md
(Pendidik Generasi Khoiru Ummah, Member AMK)
Miris. Di negeri mayoritas muslim kasus pemalsuan daging babi yang haram menjadi daging sapi yang notabene halal kembali terulang.
Dilansir oleh Kompas.com (12/5/2020), Aparat Polresta Bandung berhasil mengungkap dan mengamankan empat pelaku pengedar daging babi yang diolah menyerupai daging sapi di wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Sabtu (9/5/2020) sekitar pukul 16.00 WIB.
Baca Juga:Bersegeralah Melakukan Mitigasi Bencana di Negara Super Market BencanaUtang Besar
Daging tersebut dijual para pelaku di pasar Baleendah, Banjaran dan Majalaya. Selama sekitar satu tahun, mereka telah menjual sekitar 63 ton atau sekitar 600 kilogram per minggunya.
Para pelaku dalam melakukan aksinya menggunakan boraks agar daging babi ini menyerupai daging sapi. Pada saat dijual di pasar, para pelaku menyebut daging itu sebagai daging sapi.
Sungguh, ini merupakan kelalaian yang nyata. Pemerintah lalai dalam mengawasi beredarnya produk makanan haram di masyarakat. Hal ini tak lain akibat lemahnya peran negara sebagai raa’in dan junnah (pelayan dan pelindung) rakyat. Rakyat menjadi korban di dalam sistem yang rusak dan merusak ini. Rakyat tertipu dengan mengonsumsi makanan haram. Kehati-hatian individu dalam memilih produk makanan halal mengalami keterbatasan manakala tidak ada kejelasan mana yang halal dan mana yang haram.
Ditambah sistem kapitalisme-sekularisme yang diadopsi penguasa menihilkan peran agama dalam prinsip-prinsip regulasinya. Hasilnya, penipuan marak demi mengejar keuntungan. Halal-haram adalah pilihan, diserahkan pada individu untuk mengupayakan dan menentukan.
Belum sanksi hukumnya pun tak membuat efek jera para pelaku. Sehingga jauh dari memberikan rasa aman dan nyaman. Padahal persoalan halal-haram sangat vital bagi seorang muslim. Pertanggungjawabannya amat berat di yaumil hisab kelak.
Oleh karena itu, berharap pada sistem kepitalisme-sekularisme selalu berujung pada kekecewaan yang berulang. Kebutuhan akan sistem kehidupan Islam sebagai alternatif sangatlah relevan. Di samping kemaslahatan didapat, kewajiban syariat pun tertunaikan karena ini adalah wujud dari ketakwaan kepada Allah Swt., Sang Pencipta dan Pengatur alam semesta.
Wallahu a’lam bishshawab. (*)