Oleh: Ai Titin
(Guru Geografi SMAN I Singaparna,Tasikmalaya,Jawa Barat)
Pendidikan karakter merupakan sebuah bentuk kegiatan manusia yang di dalamnya terdapat suatu tindakan mendidik sehingga ada perubahan sikap dan diperuntukkan bagi generasi selanjutnya.Tujuan pendidikan karakter adalah untuk membentuk penyempurnaan diri baik individu maupun kelompok secara terus-menerus dan melatih kemampuan diri demi menuju kearah hidup yang lebih baik sesuai dengan norma dan adat yang berlaku di masyarakat.
Manusia mewariskan nilai yang menjadi bagian penting dari budaya masyarakat dimana tempat mereka hidup lalu mewariskan nilai tersebut kepada generasi selanjutnya. Pendidikan karakter ini memiliki peran penting karena pendidikan tidak hanya menentukan keberlangsungan masyarakat namun juga menguatkan identitas individu dalam pergaulan di masyarakat.
Istilah karakter dalam konteks pendidikan, muncul pada akhir abad ke 18 Masehi kemudian berkembang dan memiliki beberapa perubahan serta penyesuaian seiring dengan kemajuan zaman. Ada banyak contoh karakter yang harus dipahamkan kepada anak didik atau generasi yang akan datang sehingga memiliki keteraturan dalam bersosialisasi.
Baca Juga:Luka LamaMobile COVID-19 Test Dikerahkan untuk Sasar Pedagang Pasar
Pendidikan karakter ala Romawi lebih menekankan pada pentingnya aspek keluarga dalam hal pemberian nilai karakternya. Bentuk nyata dari pembentukan karakter itu dimulai dengan memberikan nilai moral seperti memberikan rasa hormat akan tradisi leluhur kepada setiap generasi penerus. Unsur dasar pendidikan karakter ala Romawi ialah memberikan nilai seperti mengutamakan kebaikan, kesetiaan, dan berperilaku sesuai dengan norma dalam masyarakat.
Penggagas pendidikan karakter di Indonesia, seperti Soekarno telah menerapkan semangat pendidikan karakter sebagai pembentuk kepribadian dan identitas bangsa yang bertujuan menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang berkarakter.
Persoalan pendidikan karakter di Indonesia sejauh ini menyangkut pendidikan moral dan dalam aplikasinya terlalu membentuk satu arah pembelajaran khusus sehingga melupakan mata pelajaran lainnya, dalam pembelajaran terlalu membentuk satu sudut kurikulum yang diringkas kedalam formula menu siap saji tanpa melihat hasil dari proses yang dijalani.
Kecenderungan mengarahkan prinsip moral umum secara satu arah tanpa melibatkan partisipasi siswa untuk bertanya dan mengajukan pengalaman empiriknya sehingga pendidikan karakter hanya menghasilkan nilai yang semu, artinya bagus pada saat proses saja sedangkan output nya kurang sejalan dengan apa yang diharapkan.