Meskipun negara sama-sama sebagai pihak yang mengelola kepemilikan umum dan juga mengelola milik negara, terdapat perbedaan di antara dua kepemilikan tersebut. Setiap benda yang tergolong milik umum seperti minyak bumi, gas dan barang tambang yang jumlahnya sangat banyak, laut, sungai, mata air, lapangan, hutan belukar, padang gembalaan, dan masjid; semua itu tidak boleh dialihkan kepemilikannya untuk siapa pun, baik individu maupun kelompok.
Semuanya milik seluruh kaum Muslim. Semua itu wajib dikelola oleh Khalifah sehingga memberi peluang seluruh manusia dapat memanfaatkan kepemilikan ini. Khalifah dapat menjadikan tanah maupun bangunan yang termasuk milik negara dimiliki oleh orang-orang tertentu baik bendanya maupun manfaatnya, atau manfaatnya saja tanpa memiliki bendanya, atau mengizinkan untuk menghidupkan dan memilikinya. Khalifah mengatur hal itu dengan melihat kebaikan dan kemaslahatan bagi kaum Muslim.
Infrastruktur jenis kedua yang merupakan milik negara, maka keempat jenis sarana/infrastruktur tersebut harus disediakan negara untuk melayani masyarakat dalam memudahkan kehidupan mereka. Karena infrastruktur tersebut milik negara maka dimungkinkan negara mendapat atau memperoleh pendapatan dengan menentukan tarif tertentu atas pelayaananya termasuk juga mengambil keuntungan. Pendapatan dan keuntungannya pun menjadi milik negara dan menjadi salah satu pemasukan Baitul Mal, yang ditaruh pada pos fai dan kharaj. Dana itu digunakan sesuai dengan peruntukkannya.
Adapun jenis infrastruktur yang ketiga, yaitu infrastruktur yang dibangun oleh individu dan menjadi milik individu atau swasta, maka tidak boleh dilarang oleh negraa. Negara bahkan mendorong setiap individu berperan aktif dalam membantu Pemerintah untuk melayani kepentingan masyarakat dan akan mengaturnya sesuai dengan hukum syariah dan kemaslahatan umat.
Baca Juga:Umbara Sutisna Cek Sejumlah Objek Wisata di Lembang, Pengelola Harus Terapkan Protokol KesehatanLantik 13 Pejabat, Emil Berpesan Pertahankan Prestasi
Pembiayaan dengan Utang dan Pajak
Dari sisi jangka waktu pengadaannya infrastruktur dalam islam dibagi menjadi dua jenis: (i) Infrastuktur yang sangat dibutuhkan oleh rakyat dan menundanya akan menimbulkan bahaya atau dharar bagi umat. Misal, satu kampung atau komunitas tertentu belum memiliki jalan umum, sekolah, universitas, rumah sakit, saluran air minum. (ii) Infrastruktur yang dibutuhkan tetapi tidak begitu mendesak dan masih bisa ditunda pengadaannya misalnya jalan alternatif, pembangunan gedung sekolah tambahan, perluasan masjid dll.