Infrastruktur kategori yang kedua tidak boleh dibangun jika negara tidak memiliki dana sehingga tidak dibolehkan pembangunan infrastruktur tersebut dengan jalan utang dan pajak. Jadi infrastruktur kategori yang kedua hanya boleh dibangun ketika dana APBN atau Baitul Mal mencukupi.
Adapun infrastruktur kategori yang pertama, tanpa memperhatikan ada atau tidak ada dana APBN atau Baetul Mal, harus tetap dibangun. Jika ada dana APBN atau Baitul Mal maka wajib dibiayai dari dana tersebut. Akan tetapi, jika tidak mencukupi maka negara wajib membiayai dengan memungut pajak (dharîbah) dari rakyat. Jika waktu pemungutan dharîbah memerlukan waktu yang lama, sementara infrastruktur harus segera dibangun, maka boleh negara meminjam kepada pihak lain. Pinjaman tersebut akan dibayar dari dana dharîbah yang dikumpulkan dari masyarakat.
Pinjamaan yang diperoleh tidak boleh ada bunga atau menyebabkan negara bergantung kepada pemberi pinjaman.
Hanya saja terdapat perbedaan yang mendasar antara pajak dalam sistem Islam dan pajak dalam sistem kapitalis. Dalam sistem kapitalis, pajak merupakan tulang punggung pendapatan negara yang dipungut dari banyak sekali item yang ditetapkan sebagai objek pajak. Pemungutan pajak dalam Kapitalisme dilakukan terhadap seluruh warga negara dan secara permanen/berkelanjutan.
Baca Juga:Umbara Sutisna Cek Sejumlah Objek Wisata di Lembang, Pengelola Harus Terapkan Protokol KesehatanLantik 13 Pejabat, Emil Berpesan Pertahankan Prestasi
Adapun dalam pandangan Islam, pajak (dharîbah) hanya dipungut dalam kondisi kas negara dalam keadaan kosong dan dipungut dari orang-orang kaya saja. Penarikan dharîbah ini juga dilakukan secara temporer hingga kas negara terpenuhi. Selebihnya, pemasukan negara dalam Khilafah Islamiyah didapatkan dari berbagai macam pos-pos pemasukan yang diizinkan oleh Asy-Syâri’ berupa harta-harta fai dan kharaj, pemasukan dari pengelolaan kepemilikan umum oleh negara dan pos khusus pemasukan zakat (khusus pos pemasukan yang terakhir, ia tidak boleh dicampur dengan pemasukan-pemasukan lainnya dan tidak boleh dialokasikan selain kepada delapan golongan yang berhak menerima zakat).
Demikianlah Islam memandang merealisasikan pembangunan insfrastruktur yang bagus dan merata di seluruh negeri Islam. Islam membuat perencanaan keuangan dan pembangunan. Dengan itu pembangunan yang membutuhkan dana besar dapat dengan mudah dibangun tanpa melanggar syariah Islam sedikitpun (pinjam uang ribawi, dll), juga tanpa merendahkan martabat Islam dan kaum Muslim di mata pihak ketiga/asing. WalLâhu a’lam bi ash-shawâb