NGAMPRAH-Pandemi COVID-19 memukul sendi-sendi kehidupan masyarakat. Semua sektor ekonomi harus tersendat akibat ditutupnya sejumlah pusat perbelanjaan offline. Akibatnya, laju roda ekonomi mau tak mau melambat. Bantuan sosial pun terus digulirkan.
Dirjen Pemberdayaan Sosial Kemensos RI, Edi Suharto mengatakan, program Kemensos terus menyisir warga yang terdampak Covid-19 di luar Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Edi menyebutkan bantuan berupa sembako itu disiapkan untuk 1.000 penerima di Desa Tanimulya KBB. “Ada 1.000 warga terdampak yang dapat bantuan Kemensos Hadir.
Dampak virus corona ini berantai, ada pengusaha konveksi dan sebagainya,” kata Edi.
Baca Juga:PPDB di Kabupaten Subang Wajib Terapkan Protokol KesehatanHarga Ayam Potong Tembus Rp 31.100
Edi menjelaskan Kemensos RI memiliki sejumlah skema bantuan bagi warga. Selain program Kemensos Hadir, program penguatan ekonomi seperti Penerima Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) bagi warga kurang mampu yang sudah terdaftar dan Bantuan Sosial Tunai (BST) juga sudah disiapkan.
Khusus BST, terang Edi, pihaknya menargetkan sebanyak 9 juta penerima diseluruh Indonesia (di luar Jabodetabek) bisa menerima bantuan tersebut. BST disalurkan sejak April hingga Juni senilai Rp 600 ribu per bulan.
“Dan rencananya akan melanjutkan sampai Desember, tapi nilainya Rp 300 ribu per bulan. Kalau Kemensos Hadir itu yang belum dapat PKH, BPNT dan BST,” ujarnya.
Harus nganggur selama 3 bulan
Sementara itu, sejumlah warga yang berada di lapisan masyarakat menengah ke bawah yang menanggung risiko hidup susah. Seperti halnya Yayan Hendrayana, warga Kampung Rawa Pojok RT 02/06, Desa Tani Mulya, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat (KBB) terpaksa harus menganggur sejak tiga bulan lalu mendapat bantuan dari Kemensos.
“Saya sudah vakum 3 bulan, otomatis enggak ada pendapatan karena enggak ada order,” ujar Yayan saat ditemui di kediamannya, Selasa (16/6).
Saat sebelum pandemi, Yayan mengaku mampu menghidupi istri dan dua anaknya dengan penghasilan rata-rata Rp3 juta per bulan. Mesin jahit yang berada di rumah kontrakannya berkarat lantaran lama tak dipacu lantaran sepi orderan. “Sekarang, saya cuma mengandalkan penghasilan istri ada warung kecil-kecilan. Saya anak 2,” ungkapnya.