SUBANG-Warga Desa Manyeti melakukan aksi unjuk rasa di depan pabrik susu PT Global Dairi Alami (GDA), yang dinilai kurang perhatian terhadap masyarakat sekitar.
Ketika demo berlangsung, PT GDA kedatangan hakim dari PTUN Bandung untuk meninjau laporan dari masyarakat. Warga melalui spanduk yang dibentangkan ingin Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) turun tangan menyelidiki PT GDA, terkait bau tidak sedap yang ditimbulkan ke lingkungan sekitar.
Warga Desa Manyeti Murnadi (47) mengatakan, masyarakat melakukan aksi demo di depan gerbang pabrik susu PT GDA.
Baca Juga:SK Gubernur Bakal Diteken, Tunjangan Profesi Guru Segera CairProgram SIMURP, Petani Dikenalkan Pertanian Ramah Lingkungan
Pasalnya, di tengah pandemi Covid-19, masyarakat semakin tidak tahan dengan bau tidak sedap yang ditimbulkan dari produksi di pabrik susu tersebut.
Termasuk debu yang ditimbulkan. “Ketika pembangunan dilakukan, debu hingga 2 centimeter tebalnya, sehingga menjadikan aksi demo dilakukan. Kami sudah tidak kuat dengan bau yang menyengat, terutama kaum wanita di sini,” ujarnya.
Warga lainnya H. Enda mengatakan, kekecewaan warga sekitar dikarenakan yang bekerja di PT GDA tersebut adalah warga pendatang, bukan malah warga sekitar. Padahal, PT GDA berdiri di lingkungan masyarakat Desa Manyeti.
Tenaga lokal tak diprioritaskan
“Sederhana saja. Ini pabrik kan berdirinya di Desa Manyeti, kok malah merekrut warga luar. Harusnya warga kami yang direkrut. Kalau mau rekrut warga luar, ya pabriknya jangan berdiri di desa kami,” ungkapnya.
Pendemo lainnya, Isah (41) berharap anaknya bisa bekerja di pabrik susu tersebut. Namun tidak pernah ada itikad baik dari perusahaan untuk merekrut warga di Desa Manyeti. Jikalaupun ada, perekrutannya paling hanya sedikit sekali warga Desa Manyeti yang direkrut. “KPK harus turun ke sini. Apakah ada permainan uang atau gratifikasi atau malah lainnya,” ungkapnya.
Penggugat perkara pabrik susu Iwan Irawan Prayoga mengatakan, pihaknya menggugat PT GDA ke PTUN Bandung hal tersebut dikarenakan bau yang menyengat dan juga izin yang belum diselesaikan.
Pihaknya meminta hakim dari PTUN Bandung untuk turun ke pabrik dan melihat langsung. Bagaimana pencemaran itu terjadi yang mencemari ke lingkungan masyarakat, juga jarak antara kandang sapi dan pemukiman penduduk yang terlalu dekat.