“Mereka itu tidak daring karena mereka tidak punya semuanya, lho. Gak ada listrik, gimana mau dengerin RRI, apalagi TVRI. Listriknya saja gak ada. Lalu, mereka juga gak punya handphone, gak punya semuanya. Jangankan di Papua, di Bogor ada 11 persen yang kayak Papua. Gak ada semuanya. Nah, ini bagaimana juga dengan anak-anak. Masa enam bulan ke depan gak ada pembelajaran apapun,” tegas Retno.
“Menurut saya, internet gratis harus berlaku untuk semua selama masa pandemi ini. Dalam hal ini bukan hanya tanggung jawab Kemdikbud. Tapi Kemdikbud bisa menngusulkan juga kepada Presiden. Lalu, Kominfo duduk bareng. Kalau mau sama provider, maka mereka berbagi dua lah sama pemerintah. Selama delapan jam kerjasamanya dengan pemerintah. Sehingga, kuota yang harganya berapa, bisa separuhnya pemerintah yang membayar. Itu kan bisa juga,” Retno menambahkan.
Retno mendesak semua kalangan bekerjasama mencari jalan keluar. Bagi mantan kepala sekolah di DKI Jakarta ini, PJJ tidak akan berdayaguna jika tanpa adanya dukungan insfratruktur internet memadai. Terlebih dalam enam buan ke depan ketika pemerintah memutuskan memberlakukan PJJ.
Baca Juga:Ormas Manggala Garuda Putih Minta Pemkab Segera Urus Jalan RusakZona Biru, Pemkab Purwakarta Keluarkan Rekomendasi Operasional
“Untuk apa daring kalau beli pulsa saja tidak bisa. Hanya untuk memfasilitasi anak-anak kaya? Itu gak bisa juga. Jadi, ini belajar hak atas pendidikan. Hak dasar yang harus dipenuhi oleh negara. Kondisi apapun, termasuk dalam kondisi pandemi ini. Kami berharap anak-anak terlayani dalam enam bulan ke depan. Kita bisa lost generasi kalau tidak memperjuangkan ini. Guru-gurunya juga kebantu,” ujar Retno.
Dengan gratis delapan jam itu, sambung Retno, guru akan terbantu karena tidak harus memikirkan pengeluaran untuk membeli pulsa. Hal ini penting karena dalam situasi pandemi Covid ini semua kalangan terdampak. Guru salah satunya. Terutama guru-guru honorer berpenghasilan kecil.
“Memang hasil survei KPAI menunjukkan adanya masalah pada proses pembelajaran. Meski begitu, guru tidak bisa disalahkan. Mereka bisa jadi salah, tetapi itu karena tidak ada panduan dari pemerintah maupun pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan setempat. Pada saat yang sama, guru menghadapi masalah yang sama dengan siswa dan masyarakat pada umumnya. Keterbatasan internet, tidak bisa beli pulsa, dan lain-lain,” papar Retno lagi.